Bali – Tiga media online yang beroperasi di Bali terungkap belum memenuhi sejumlah komitmen penting, mulai dari merek dan logo yang belum terdaftar di Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), K3L,SNI,SPPL,SPT hingga status badan hukum yang tidak sesuai dengan ketentuan pendirian perusahaan pers.
Ketiga media tersebut di antaranya: 1. mitraadhyaksa.com, yang dikelola oleh PT. Cipta Media Adhyaksa berkedudukan di Way Kanan, Lampung. 2. sergap86.id, yang dikelola oleh PT. Sergap Delapan Enam Berjaya berkedudukan di Tanggamus, Lampung. 3. cyberpokri.id, yang dikelola oleh PT. Girimukti Multimedia Internasional berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah.(Kamis 3 Juli 2025).
Ketiganya dinilai belum memenuhi komitmen penting dalam pengelolaan media, termasuk tidak tercatatnya merek dan logo di HAKI serta tidak mengantongi badan hukum Perseroan Terbatas (PT) sesuai peraturan perusahaan media, mengingat beberapa di antaranya hanya berstatus perseroan perorangan yang sejatinya diperuntukkan untuk usaha mikro kecil, bukan untuk perusahaan media massa.
Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara, menegaskan bahwa memang tidak ada kewajiban pendaftaran perusahaan pers ke Dewan Pers atau lembaga mana pun sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Setiap orang dapat mendirikan perusahaan pers dan menjalankan tugas jurnalistik tanpa harus mendaftar ke lembaga mana pun, termasuk ke Dewan Pers,” tegas Warsito.
Namun, ia menekankan bahwa perusahaan media harus berbadan hukum Indonesia yang sah dan menjalankan aktivitas jurnalistik secara teratur agar dapat dikategorikan sebagai perusahaan pers, meskipun belum terdata di Dewan Pers.
Pendataan Bukan Pendaftaran : Warsito juga menjelaskan, dalam Pasal 15 ayat 2 huruf g Undang-Undang Pers, Dewan Pers hanya memiliki kewenangan untuk mendata perusahaan pers, bukan mendaftarkan. Hal ini diperjelas lagi melalui Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/I/2023 tentang Pendataan Perusahaan Pers.
“Dewan Pers tidak memiliki kewenangan memaksa perusahaan pers untuk melakukan pendataan atau verifikasi. Ini adalah dua hal yang berbeda secara hukum maupun administratif,” jelas Warsito.
Tidak Boleh PT Perorangan ; Lebih lanjut Warsito menegaskan bahwa perusahaan media tidak boleh didirikan dalam bentuk Perseroan Perorangan (PT Perorangan), karena beberapa alasan mendasar.
Pertama, media massa wajib berbadan hukum Perseroan Terbatas (PT) yang minimal dimiliki dua pendiri, bukan hanya satu seperti pada PT Perorangan. Kedua, PT Perorangan umumnya memiliki keterbatasan sumber daya yang tidak memadai untuk operasional media yang kompleks.
“Media cetak, elektronik maupun siber, wajib berbadan hukum PT biasa, bukan PT Perorangan. Ini penting untuk perlindungan hukum, pemisahan tanggung jawab, dan menjamin profesionalisme,” ujar Warsito.
Dewan Pers sendiri menegaskan bahwa PT Perorangan tidak memenuhi syarat untuk mendirikan perusahaan media. Selain keterbatasan sumber daya finansial maupun tenaga kerja, PT Perorangan juga menempatkan seluruh tanggung jawab hukum dan keuangan langsung pada pemiliknya. Hal ini menimbulkan risiko besar jika perusahaan menghadapi masalah.
“PT biasa memiliki pemisahan yang lebih jelas antara kepemilikan dan pengelolaan. Perlindungan hukum pun lebih baik bagi pemilik dibanding PT Perorangan,” tutup Warsito.
Warsito pun berharap agar penegak hukum memahami persoalan ini. Pasalnya, media dengan badan hukum tidak sesuai dan belum memenuhi perlindungan HAKI sering kali tidak memahami kode etik jurnalistik serta prinsip dasar 5W1H (Who, What, When, Where, Why, How) dalam pemberitaan.(Tim:Red)
Beberapa Media yang Terbit Bisa Klik Link Dibawah Ini:
Klik Disini !!! dan Pahami Beberapa Opini Balasan dari Puluhan Media Online