Sintang, Kalbar – Kala hujan turun di Desa Peninsung, Dusun Sungai Jambu, Kecamatan Sepauk, jalan yang menghubungkan permukiman warga dengan pusat kota seolah berubah menjadi lintasan lumpur yang tak bersahabat. Aspal? Tak pernah ada. Bahkan batu kerikil pun hanya sesekali tampak di beberapa titik. Di sinilah, kurang lebih 300 jiwa menggantungkan harapan mereka untuk mobilitas dan masa depan anak-anak mereka yang bersekolah di pusat kecamatan.(Minggu 6 Juli 2025).
Bagi warga, jalan sepanjang sekitar lima kilometer ini bukan sekadar akses; ia adalah urat nadi kehidupan. Sayangnya, nadi itu telah lama tersumbat oleh lubang, lumpur, dan kelalaian.
“Kami seperti terisolasi. Musim hujan menjadi momok. Anak-anak kami sulit ke sekolah, hasil panen sulit dijual, dan kendaraan sering mogok di tengah jalan,” keluh seorang warga kepada tim Berita Istana, yang berkunjung ke lokasi bersama Kepala Biro (Kabiro) Sintang.
Keluhan warga bukan sekadar fiksi lokal. Infrastruktur jalan yang rusak ini nyata dan telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka selama bertahun-tahun. Namun ironisnya, kerusakan itu belum pernah masuk ke media massa — baik cetak, online, maupun televisi. Mungkin karena tempat ini terlalu jauh dari hiruk-pikuk kota. Mungkin juga karena belum pernah ada pemimpin negeri yang benar-benar menjejakkan kaki di sana.
“Bisa jadi Presiden Prabowo Subianto dan para presiden sebelumnya tidak pernah tahu kondisi kami, karena tidak ada yang memberitakan,” ujar Kabiro Sintang dari Berita Istana saat pulang kampung dan mendapati jalan yang sama rusaknya seperti bertahun-tahun lalu.
Di tengah kesunyian perhatian itu, suara tokoh masyarakat mulai menggema. Mereka menyerukan agar pemerintah desa, kabupaten, hingga provinsi turun tangan dan meninjau ulang siapa yang sebenarnya bertanggung jawab atas perbaikan jalan ini.
“Kalau jalan ini milik Dinas PUPR Kabupaten Sintang, kami minta segera diperbaiki. Kalau milik provinsi, ya harus ditindaklanjuti. Tapi kalau kewenangan desa, maka sudah seharusnya dibangun melalui dana desa,” tegas salah satu tokoh masyarakat dalam sebuah pertemuan warga yang difasilitasi oleh tim media.
Menariknya, dalam waktu yang sama, diketahui bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sintang tahun 2024 tercatat sebesar Rp2,068 triliun. Sebuah angka yang besar, namun bagi warga Desa Peninsung, belum terasa manfaatnya. Informasi ini bisa diakses langsung melalui website resmi PPID Kabupaten Sintang.
“Kami hanya ingin anak-anak kami tidak harus berjalan kaki di jalan becek menuju sekolah, dan kami bisa menjual hasil panen ke kota tanpa harus dorong motor karena roda selip di lumpur,” ucap warga lainnya, menahan haru.
Simpati pun datang dari luar. Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara, menyampaikan keprihatinannya atas kondisi jalan tersebut.
“Saya sangat prihatin. Rencana bulan depan kami akan ke Kabupaten Sintang untuk meresmikan kantor Kaperwil dan Kabiro. Harapan kami, pemerintah daerah segera menganggarkan perbaikan jalan. Ini menyangkut kehidupan dasar warga,” ujar Warsito saat diwawancarai di Jakarta.
Harapan kini menggantung di antara tumpukan berkas anggaran dan ketegasan kebijakan. Di balik angka Rp2,068 triliun itu, ada jeritan sunyi dari desa-desa seperti Peninsung — yang berharap suatu hari jalan mereka tak lagi hanya mimpi dalam lumpur.
Menanggapi keluhan masyarakat terkait kondisi jalan rusak di wilayahnya, Kepala Desa Peningsung, Rasio, akhirnya angkat bicara saat dikonfirmasi oleh awak media Berita Istana.
Rasio menjelaskan bahwa sejak tahun 2023, status jalan tersebut telah berubah dari jalan provinsi menjadi jalan kabupaten. Dengan perubahan itu, tanggung jawab perbaikan dan pemeliharaannya kini berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten.
“Sejak tahun 2023, jalan itu sudah berstatus jalan kabupaten. Kalau dulu memang masih jalan provinsi. Tapi sekarang bukan lagi. Itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah kabupaten,” ujar Rasio kepada Berita Istana.
Pernyataan tersebut disampaikan menyusul banyaknya keluhan warga yang menganggap pemerintah lamban menangani kerusakan jalan yang membentang di wilayah mereka. Padahal, jalan tersebut merupakan jalur vital bagi aktivitas ekonomi masyarakat, termasuk untuk pengangkutan hasil pertanian dan akses menuju fasilitas pendidikan.
Meski bukan lagi menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi, Rasio tetap berharap agar Pemerintah Kabupaten segera mengambil langkah konkret dalam menyelesaikan permasalahan tersebut.
“Kami tetap peduli dan mendorong agar Pemkab segera bertindak. Jangan sampai kerusakan ini terus dibiarkan hingga berdampak lebih luas pada masyarakat,” pungkasnya.
(Nov)