Kebumen – Keberadaan jaringan internet lokal di Desa Jatisari, Kecamatan/Kabupaten Kebumen, menuai sorotan. Pasalnya, jaringan tersebut diduga beroperasi tanpa mengantongi izin resmi baik dari lingkungan RT/RW maupun Pemerintah Desa (Pemdes) setempat. Warga pun mendesak agar Aparat Penegak Hukum (APH), Satpol PP, dan Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) segera turun tangan.
Fenomena penggunaan internet lokal yang menjamur di Kebumen menarik perhatian. Banyak warga memilih layanan ini karena tarifnya murah dan proses pendaftarannya tidak berbelit, meski sebagian besar dari mereka tidak mengetahui legalitas provider tersebut.
Berdasarkan pantauan hariannkri.id, jaringan internet lokal telah menjangkau wilayah Desa Jatisari. Terlihat seorang pekerja teknis berinisial EN sedang melakukan pemasangan kabel jaringan ke rumah warga. Saat dikonfirmasi, EN mengaku hanya sebagai teknisi lapangan yang bekerja atas perintah DN, pemilik usaha yang diketahui merupakan warga Desa Gesikan.
“Saya di sini hanya memasang kabel jaringan. Semua tanggung jawab ada pada Mas DN, pemilik usahanya. Dia orang Gesikan,” ujar EN, Selasa (08/07/2025).
Ketika ditanya mengenai perizinan, EN mengaku tidak mengetahui apakah pemilik usaha telah mengurus izin ke pihak desa atau lingkungan sekitar.
“Kalau soal izin ke Pemdes atau RT/RW, saya tidak tahu. Lebih jelasnya silakan tanya langsung ke Mas DN,” tambahnya.
Kepala Desa Jatisari, Asror Muhlisin, menegaskan bahwa hanya dua provider internet yang pernah datang secara resmi meminta izin ke Pemdes, yakni Indihome dan MyRepublic.
“Setahu kami, yang pernah meminta izin ke Pemdes Jatisari hanya Indihome dan MyRepublic. Selain itu tidak ada,” tegas Asror saat ditemui di kediamannya.
Ia menyayangkan sikap pengusaha yang memasang jaringan internet di wilayah desa tanpa berkoordinasi atau meminta izin kepada pihak desa. Menurutnya, hal tersebut melanggar aturan dan menimbulkan ketidaknyamanan bagi pemerintah desa.
“Pemilik usaha seharusnya datang ke balai desa dulu untuk minta izin. Apalagi ini menyangkut pelayanan publik dan penggunaan fasilitas umum,” jelasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua RT setempat berinisial AD. Ia menyatakan, selama menjabat sebagai Ketua RT, hanya MyRepublic yang pernah menyampaikan izin secara langsung.
“Selama saya menjabat, hanya MyRepublic yang datang ke rumah untuk izin. Yang lain tidak pernah,” ungkapnya.
AD berharap instansi terkait segera turun tangan untuk mengecek langsung ke lapangan dan menindak pelanggaran yang ada tanpa harus menunggu laporan dari warga.
“Tolong Satpol PP, Kominfo, dan APH segera turun ke Jatisari. Jangan nunggu ada laporan masyarakat baru ditindak. Jangan tutup mata,” tegasnya.
Sebagai catatan, penyelenggaraan layanan internet tanpa izin melanggar ketentuan Pasal 47 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Sanksinya tidak main-main: pidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp1,5 miliar.
“Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.500.000.000,00,” bunyi pasal tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, hariannkri.id masih berupaya menghubungi DN, pemilik usaha internet lokal yang dimaksud, untuk meminta klarifikasi.
(SND/UMI)