Semarang – Surat Perintah Kerja (SPK) tambang galian C di wilayah Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang yang disebut atas nama anggota DPRD Kota Semarang berinisial HP, menuai polemik. SPK tersebut digunakan untuk pengelolaan tambang minerba oleh CV Inti Daya Perkasa Jaya, dengan luas lahan sekitar 1 hektare.
Informasi yang diterima redaksi Berita Istana menyebutkan, lahan tambang tersebut telah beroperasi sekitar 4 bulan terakhir. Dalam aktivitasnya, setiap hari setoran dari penjualan mencapai Rp20 juta hingga Rp30 juta, dengan kurang lebih 150 rit per hari.
Komoditas yang dijual meliputi batu padas, pasir, sertu, serta hasil ayakan padas. Berdasarkan data yang diperoleh, izin yang dimiliki hanya sebatas komoditas padas dari Kementerian ESDM, namun dalam SPK penjualan disebutkan pula komoditas lainnya. Di lokasi tambang, terdapat 4 unit ekskavator yang juga dikabarkan merupakan milik pribadi oknum anggota dewan tersebut.
Menindaklanjuti informasi tersebut, tim Berita Istana mendatangi kantor DPRD Kota Semarang pada pukul 15.27 WIB. Setelah menunggu selama kurang lebih satu jam di lobi, tim akhirnya ditemui langsung oleh HP.
Saat dikonfirmasi, HP membenarkan bahwa namanya tercantum dalam SPK tambang tersebut. Namun, ia berdalih bahwa hal itu hanya untuk membantu teman-temannya yang tidak memiliki pekerjaan.
“Itu kan hanya sekedar nama, tidak berarti saya memiliki. Kalau itu jadi masalah sebagai anggota dewan, ya tinggal saya ganti namanya,” ujarnya.
HP juga mengaku, awalnya tidak tahu menahu soal tambang tersebut. Ia menyebutkan nama Rajendra dan Pras yang sebelumnya mengelola, hingga akhirnya sempat bersinggungan dengan PT LIU dan berujung pada kasus hukum yang menimpa seseorang bernama Johan.
“Akhirnya direktur tambang itu datang ke tempat saya, diantar oleh keamanannya bernama Roy. Mereka mengeluhkan SE mereka yang tidak dihargai oleh RWS dan lain-lain,” tambah HP.
HP mempertanyakan mengapa tambang yang memiliki izin resmi justru dipermasalahkan, sementara banyak tambang ilegal di wilayah Kota Semarang yang justru dibiarkan.
“Yang resmi saja diuprek-uprek, padahal banyak yang ilegal malah dibiarkan. Ini ada apa?” tegasnya.
SPK tambang tersebut terdaftar dengan Nomor: 003/SPK/DHP-QUARI/II/2025 tertanggal 7 Februari 2025. Namun, belum ada kejelasan apakah diperbolehkan secara etik dan hukum bagi anggota DPRD, khususnya dari Komisi C yang membidangi infrastruktur dan lingkungan, untuk memiliki atau mencantumkan nama dalam SPK kegiatan tambang.
Polemik ini pun memunculkan sejumlah pertanyaan penting: apakah anggota DPRD boleh mencantumkan nama dalam dokumen resmi pengelolaan tambang? Apakah tidak ada aturan atau larangan dari Komisi C terhadap potensi konflik kepentingan seperti ini?
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Ketua DPRD Kota Semarang maupun dari Komisi C. Tim Berita Istana masih berupaya meminta klarifikasi lebih lanjut dari pihak terkait, termasuk Dinas ESDM Provinsi Jawa Tengah.(BrD)