Denpasar, 30 Juni 2025 — Jagat maya dihebohkan dengan video viral yang memperlihatkan seorang pria membeli Bahan Bakar Minyak (BBM) menggunakan jerigen di sebuah SPBU kawasan Denpasar Selatan. Pria yang diketahui bernama Andi itu disebut-sebut mendapat “backup” dari salah satu anggota Propam Polda Bali bernama Ipda Haris.
Dalam video yang beredar, Andi terlihat membeli Pertamax menggunakan jerigen dalam jumlah cukup banyak. Saat dikonfirmasi oleh warga sekitar, Andi justru santai menanggapi dan menyebut bahwa dirinya tidak bermasalah membeli BBM menggunakan jerigen.
“Biasa saja, saya sudah telepon Haris Paminal. Itu om saya,” ucap Andi dalam rekaman yang kini tersebar luas di berbagai platform media sosial.
Pengakuan tersebut langsung menuai kritik dari publik karena menyiratkan adanya dugaan praktik penyalahgunaan kewenangan oleh oknum berseragam. Terlebih, aksi pembelian BBM dalam jumlah besar menggunakan jerigen rawan menimbulkan spekulasi soal penimbunan dan penyalahgunaan distribusi BBM bersubsidi maupun non-subsidi.
Sementara itu, pihak Pertamina Pusat saat dikonfirmasi menyampaikan bahwa:
“Pembelian BBM subsidi menggunakan jerigen jelas tidak diperbolehkan. Untuk BBM non-subsidi, seperti Pertamax, boleh menggunakan jerigen, namun jerigen tersebut harus memenuhi standar HSSE (Health, Safety, Security & Environment). Proses pengisian juga harus mengikuti SOP yang berlaku dan tetap mengacu pada Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014. Jika ditemukan pelanggaran, SPBU yang bersangkutan akan dikenai sanksi,” jelas Nadhif, perwakilan Pertamina Pusat.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari pihak Polda Bali terkait keterlibatan nama Ipda Haris dalam kasus tersebut. Publik kini menanti langkah tegas dari aparat hukum untuk memastikan tidak ada penyalahgunaan jabatan dan bahwa distribusi BBM tetap berada dalam jalur yang sesuai peraturan.
Kasus ini menjadi sorotan luas, terutama di tengah isu kelangkaan BBM bersubsidi di berbagai daerah. Dugaan keterlibatan oknum aparat dalam memuluskan praktik-praktik semacam ini dinilai mencoreng wibawa institusi penegak hukum.(Tim:Red)