Hasil Uji Kompetensi Ulang Perangkat Desa Gilirejo Sragen Mengejutkan, Desi Dyah Ayu Saputri Raih Nilai Tertinggi

Sragen,  – Desa Gilirejo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen mencatat sejarah baru. Bukan hanya soal siapa yang lolos sebagai perangkat desa, tetapi juga tentang kemenangan keadilan atas dugaan manipulasi seleksi, perjuangan warga kecil melawan sistem yang tidak adil, dan akhirnya berhasil memenangkan kebenaran.

Setelah dua tahun penuh polemik, pengaduan, hingga investigasi dari Inspektorat, Desa Gilirejo akhirnya melaksanakan uji kompetensi ulang bagi calon perangkat desa di Universitas Tidar (Untidar), Magelang, pada Kamis (26/6/2025). Ujian ini merupakan tindak lanjut dari Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Inspektorat Kabupaten Sragen yang menyatakan bahwa seleksi sebelumnya cacat prosedur, karena menggunakan jasa LPPM ilegal yang mencatut nama kampus ternama.

Hasil ujian ulang ini mengejutkan banyak pihak. Desi Dyah Ayu Saputri, yang pada seleksi sebelumnya hanya menempati peringkat dua dan gagal dilantik, kini justru meraih nilai tertinggi, yakni 95 poin. Sementara Muhammad Syarifudin Assidiq, yang sempat dilantik melalui proses yang kini dianggap tidak sah, justru turun ke peringkat dua dengan nilai 74 poin.

Desi Dyah Ayu Saputri tak kuasa menyembunyikan rasa harunya. Dalam pernyataannya kepada media pada Jumat (27/6/2025), ia menyebut hasil ini sebagai titik balik perjuangan panjang yang penuh tekanan.

“Dua tahun lalu saya pulang dengan kecewa. Hari ini saya pulang dengan kepala tegak. Kemenangan ini bukan untuk saya pribadi, tapi untuk kejujuran,” ucap Desi dengan mata berkaca-kaca.

Bagi warga Desa Gilirejo, hasil ini bukan sekadar data. Ini adalah validasi dari perjuangan panjang yang selama ini dianggap angin lalu.

“Selama ini kami dituduh hanya ribut karena kalah. Tapi sekarang terbukti, ternyata yang kami lawan memang proses yang tidak benar,” ungkap seorang tokoh pemuda Gilirejo yang menyaksikan pengumuman hasil ujian.

Nico Wauran, advokat dan tokoh masyarakat setempat, menyebut apa yang dilakukan Desa Gilirejo dapat menjadi preseden moral dan hukum bagi desa-desa lain yang juga menjadi korban seleksi perangkat desa bermasalah.

“Kami tidak sedang membela individu. Kami membela prinsip bahwa jabatan publik, sekecil apa pun, harus diperoleh secara sah dan adil,” ujar Nico.

Sebelumnya, kasus seleksi perangkat desa di Gilirejo menjadi sorotan publik setelah terungkap bahwa prosesnya dilakukan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) ilegal yang mencatut nama Universitas Gadjah Mada (UGM).

“Desa Gilirejo menjadi salah satu dari empat desa yang diduga terjerat kerja sama bermasalah tersebut. Namun hanya Gilirejo yang berani secara terbuka mengambil langkah korektif,” imbuh Nico.

Langkah korektif ini, lanjutnya, bukan hanya seleksi ulang, tetapi simbol perlawanan terhadap sistem yang cacat. Ia menyebut Desa Gilirejo sebagai pelopor keberanian dan kejujuran.

“Desa kecil di ujung Sragen ini layak disebut pelopor—pelopor keberanian, pelopor kejujuran,” tegas Nico.

Keberhasilan seleksi ulang yang jujur dan transparan di Desa Gilirejo kini juga menyeret perhatian publik terhadap Pemerintah Kabupaten Sragen. Muncul pertanyaan, akankah desa-desa lain yang seleksinya bermasalah juga ditinjau ulang?

Langkah berani Desa Gilirejo membuktikan bahwa reformasi tata kelola bisa dimulai dari desa. Sebuah pelajaran berharga bahwa integritas dan keberanian dalam menegakkan keadilan bisa membawa perubahan nyata. (*)

Array

Bagikan ini:

Redaksi

PT. BERITA ISTANA NEGARA

Berita terkini
Scroll to Top