JPU Tolak Eksepsi Eks Kapolres Ngada, PH Tetap Pada Pendirian Dalam Eksepsi

Kupang – Sidang lanjutan perkara hukum yang menjerat mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja, S.I.K kembali digelar di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Kupang, Senin (14/7/2025). Agenda sidang kali ini adalah tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap eksepsi yang diajukan pihak terdakwa. Sidang digelar secara tertutup.

Dalam tanggapannya, JPU meminta Majelis Hakim menolak seluruh eksepsi yang disampaikan oleh kuasa hukum terdakwa. Jaksa menyatakan bahwa surat dakwaan telah memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), baik secara formil maupun materiil.

“Penuntut Umum memohon kepada Majelis Hakim untuk menolak eksepsi dari terdakwa, menyatakan dakwaan telah memenuhi syarat materiil, dan melanjutkan proses pemeriksaan perkara atas nama Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmadja,” demikian pernyataan resmi dari tim JPU.

Eksepsi terdakwa sebelumnya disampaikan oleh tim kuasa hukum yang terdiri dari Akhmad Bumi, SH, Nikolas Ke Lomi, SH, Budi Nugroho, SH, MH, Andi Alamsyah, SH, dan Reno Nurjali Junaedy, SH pada sidang pekan lalu. Dalam eksepsinya, tim kuasa hukum menilai dakwaan JPU kabur dan tidak memenuhi syarat formil sebagaimana seharusnya.

“Kami tetap pada pendirian seperti yang telah kami uraikan dalam eksepsi. Dakwaan JPU tidak disusun secara cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap. Oleh karena itu, kami memohon agar dakwaan dinyatakan batal demi hukum,” tegas Akhmad Bumi, SH saat memberikan keterangan kepada awak media di Pengadilan Negeri Kupang.

Akhmad Bumi, yang pernah tergabung dalam Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI), juga menyoroti lemahnya payung hukum terkait kasus prostitusi online. Menurutnya, hingga kini Indonesia belum memiliki Undang-Undang khusus yang mengatur secara komprehensif soal prostitusi berbasis daring.

Baca Juga:  Rusdi Sutejo, Bupati Pasuruan Bupati Pasuruan Tekankan Pemilik Cafe di Ruko Gempol 9 Taati Himbauan

“Dalam perkara ini, kita masih menggunakan UU Perlindungan Anak, UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual, dan UU ITE. Padahal, jika konstruksi dakwaan tidak dirancang dengan hati-hati, bisa menimbulkan benturan antar pasal dan antar peristiwa hukum yang membuat dakwaan menjadi kabur,” ujarnya.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa prostitusi online kini telah menjadi fenomena sosial yang kompleks, bahkan menjadi “pekerjaan” bagi sebagian orang untuk memenuhi kebutuhan ekonomi seperti biaya kuliah maupun kebutuhan hidup harian.

“Dari keterangan para saksi, prostitusi online ini dijalankan sebagai pekerjaan. Bahkan ada yang tidak bersekolah, dan ironisnya, orang tua dari pelaku tidak mempermasalahkan aktivitas anak-anak mereka yang keluar rumah malam hingga dini hari,” jelas Bumi.

Ia juga menilai bahwa negara telah gagal dalam memberikan lapangan kerja dan akses pendidikan yang terjangkau. “Kalau negara tidak setuju dengan praktik prostitusi online, maka tutup saja situs-situsnya. Tapi kalau setuju, ya atur secara formal dan kenakan pajak. Jangan pura-pura tidak tahu,” tegasnya.

Dalam penilaian hukum, lanjut Akhmad Bumi, tidak semua delik yang diterapkan dalam perkara ini adalah delik biasa. Oleh karena itu, penting bagi dakwaan untuk secara jelas merumuskan siapa pelaku, siapa korban, dan apa akibat hukumnya. Ia juga mengkritik status korban yang disebutkan, namun tidak pernah melapor secara resmi ke polisi.

“Kalau tidak ada laporan, artinya mereka tidak merasa menjadi korban. Ini harus dilihat secara jernih dan komprehensif,” pungkasnya.

Ia berharap agar majelis hakim mempertimbangkan secara utuh seluruh dinamika kasus ini, termasuk kontribusi dari pihak yang disebut sebagai korban. “Jangan hanya fokus pada peran terdakwa, tapi lihat juga peran korban dan bagaimana negara menyikapi fenomena ini,” imbuhnya.

Baca Juga:  Mengenal Lebih Dekat Sosok Warsito, Direktur Utama PT Berita Istana Negara

Sidang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim A. A. GD. Agung Parnata, S.H., C.N., dengan anggota Florence Katerina, SH, MH yang menggantikan Putu Dima, SH, serta Sisera Semida Naomi Nenoh Ayfeto, SH. Adapun Yeremias Emi, SH bertindak sebagai Panitera Pengganti.

Tim JPU dalam perkara ini merupakan gabungan dari Kejaksaan Tinggi NTT dan Kejaksaan Negeri Kota Kupang. Tanggapan JPU ditandatangani oleh Arwin Adinata, SH, MH (Koordinator Kejati NTT), Sunoto, SH, MH, I Made Oka Wijaya, SH, MH, serta Kadek Widiantari, SH, MH.

Sidang akan dilanjutkan pada Senin, 21 Juli 2025, dengan agenda pembacaan putusan sela atas eksepsi yang diajukan pihak terdakwa. (*)

Array

Bagikan ini:

Redaksi

PT. BERITA ISTANA NEGARA

Berita terkini
Scroll to Top