LMR-RI Bongkar Dugaan Mafia Tanah di Bangil, Ada Nama Notaris!

Pasuruan, Jawa Timur — Dugaan praktik mafia tanah kembali mencuat di wilayah Bangil, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Tim investigasi Berita Istana terus melakukan penelusuran mendalam ke lapangan terkait indikasi kuat adanya praktik mafia tanah yang melibatkan salah satu oknum notaris/PPAT setempat.

Berdasarkan hasil investigasi awal dan sejumlah barang bukti yang telah dikumpulkan, terungkap adanya dugaan keterlibatan oknum Notaris/PPAT berinisial AHH dalam pembuatan akta jual beli yang bermasalah pada tahun 2016 lalu.

Objek jual beli yang menjadi sorotan adalah rumah yang berlokasi di Kelurahan Kiduldalem, Kecamatan Bangil, Kabupaten Pasuruan, atas nama Didik Yopphie Hendrarto. Dalam proses konfirmasi dan klarifikasi, tim investigasi mencoba menghubungi Achmad Haris Hidayat, SH., M.Kn., selaku pejabat pembuat akta, namun hingga berita ini diterbitkan, yang bersangkutan belum memberikan tanggapan.

Tim Berita Istana mengajukan sejumlah pertanyaan penting dalam proses konfirmasi namun hingga berita ini diterbitkan belum ada tanggapan dari pihak.

Selain itu, tim juga menelusuri keberadaan bukti tanda tangan ahli waris, dokumentasi foto, dan data lain saat penandatanganan akta. Namun sayangnya, hingga berita ini naik cetak, belum ada pernyataan resmi maupun klarifikasi dari Achmad Haris Hidayat terkait pertanyaan-pertanyaan tersebut.

Berbagai bukti dan dokumen penting saat ini telah diamankan dan disimpan di kantor pusat LMR-RI KOMDA yang beralamat di Jalan SDN Kalirejo 11, RT 01 RW 08, Dusun Kalirejo, Kecamatan Sukorejo, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur.

Sementara itu, Burhanuddin., Ketua LMR-RI KOMDA, menyoroti banyaknya pelanggaran terhadap kode etik notaris yang terjadi belakangan ini. Ia mengungkapkan bahwa sejumlah notaris dan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) diduga telah menyalahgunakan kewenangan yang diberikan oleh negara.

Menurut Burhan, salah satu bentuk pelanggaran yang paling sering terjadi adalah dalam proses pembuatan akta jual beli. Banyak notaris dan PPAT yang tidak menjalankan kewajiban untuk menghadirkan dan membacakan akta tersebut secara langsung di hadapan kedua belah pihak, sebagaimana seharusnya dilakukan berdasarkan aturan hukum dan etika profesi.

“Ini bukan hanya persoalan administratif, tetapi juga menyangkut legitimasi hukum dari dokumen yang dibuat. Ketidakhadiran para pihak dalam proses pembacaan akta dapat membuka celah penyalahgunaan dan berpotensi merugikan masyarakat,” ujar Burhan.

Ia menambahkan, sebagai pejabat publik yang ditunjuk dan disahkan oleh negara, notaris dan PPAT memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga integritas serta kepastian hukum. Oleh karena itu, Burhan mendesak adanya pengawasan lebih ketat dan tindakan tegas dari instansi terkait untuk menertibkan pelanggaran tersebut.

“Penegakan kode etik harus menjadi perhatian serius, karena menyangkut kepercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum dan perlindungan hak-hak sipil dalam transaksi hukum,” tegasnya.

Tim investigasi berkomitmen akan terus menelusuri kasus ini hingga tuntas, demi menegakkan keadilan dan membongkar praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat.(Tim:Red)

Array

Bagikan ini:

Redaksi

PT. BERITA ISTANA NEGARA

Berita terkini
Scroll to Top