Semarang, 18 Juli 2025 – Persidangan lanjutan kasus dugaan pencurian emas dan berlian yang terjadi di Manyaran, Semarang Barat pada Februari lalu, mengungkap sejumlah fakta mengejutkan dan mengindikasikan adanya kejanggalan dalam proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polsek Semarang Barat.
Dalam sidang yang digelar hari ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Afifah menghadirkan saksi kunci, Ngatiman, seorang karyawan warung sayur yang berlokasi dekat dengan rumah korban. Di hadapan majelis hakim, Ngatiman mengaku mengenal terdakwa sebatas sebagai pembeli dan penjual. Ia juga mengonfirmasi bahwa pada bulan Februari, terdakwa pernah menitipkan sebuah tas hitam kepadanya, namun ia tidak mengetahui isi tas tersebut.
Pemeriksaan Saksi dan Kejanggalan BAP
Momen paling krusial adalah saat Ngatiman dicecar mengenai proses Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di kepolisian.
Awalnya, Ngatiman bersaksi bahwa ia tidak pernah hadir di kantor polisi untuk memberikan kesaksian. Ia menyebut bahwa penyidik justru mendatangi lapaknya dan memintanya menandatangani berkas tanpa sempat membacanya. “Polisinya datang ke lapak dan membawa berkas dan menyuruh saya tanda tangan dan tidak membaca isi berkas tersebut,” ujarnya. Namun, setelah didesak oleh hakim, Ngatiman merevisi keterangannya, mengaku sempat membaca sebentar berkas tersebut sebelum menandatanganinya.
Penyelidikan Polisi Dipertanyakan Hakim
Hakim kemudian memanggil penyidik yang menangani kasus tersebut untuk maju ke depan meja persidangan.
Hakim mempertanyakan bagaimana proses penyelidikan hingga penetapan status tersangka dilakukan. Penyidik menjawab bahwa penetapan tersangka berdasarkan bukti-bukti dan keterangan saksi.
Ketika ditanya mengenai barang bukti apa saja yang diamankan dan disita, penyidik menjelaskan bahwa mereka menyita sejumlah pakaian, kacamata, aksesori lainnya, dan surat perhiasan. Namun, pengakuan penyidik bahwa emas dan berlian yang dicuri tidak ditemukan memicu pertanyaan lebih lanjut dari hakim.
Penyidik juga menjelaskan bahwa berdasarkan pengakuan Umi (terdakwa), perhiasan tersebut telah dijual di Tegal, di pinggir jalan. Ketika hakim bertanya apakah penyidik tidak mencari pembeli emas tersebut, penyidik hanya bisa menjawab bahwa ia tidak ikut ke lapangan sehingga tidak mengetahui. “Loh kan Anda satu tim kok bilang tidak tahu?” tegur hakim, menunjukkan kebingungannya.
Perbedaan Data Kerugian dan Penolakan Olah TKP
Kejanggalan lain terungkap ketika hakim menanyakan total kerugian korban.
Penyidik menyebut angka Rp14 juta, yang berbeda dengan data yang dilampirkan oleh jaksa, yaitu Rp10 juta. “Kenapa tidak bisa sinkron begini?” tanya hakim.
Hakim juga menanyakan lokasi penyimpanan perhiasan, yang dijawab penyidik berada di brankas. Namun, ketika ditanya mengapa brankas tidak disita, penyidik terdiam dan tidak dapat memberikan jawaban.
Lebih lanjut, saksi korban sebelumnya disebut-sebut telah sering meminta penyidik untuk melakukan pemeriksaan labfor sidik jari, namun ditolak dengan alasan brankas bergelombang sehingga sulit untuk di-labfor. Bahkan, olah Tempat Kejadian Perkara (TKP) pun tidak pernah dilakukan oleh pihak kepolisian Semarang Barat, meskipun korban telah memintanya.
Dugaan Permintaan Uang Operasional oleh Penyidik
Secara terpisah, WH, pendamping korban saat membuat laporan di Polsek Semarang Barat, mengungkapkan adanya praktik permintaan sejumlah uang oleh pihak penyidik kepada korban. Uang tersebut, dengan dalih sebagai uang operasional agar kasus cepat ditangani, telah diberikan sebesar Rp5 juta. Namun, WH menyatakan bahwa penyidik dan reskrim Polsek Semarang Barat tidak segera bertindak, bahkan setelah hampir dua minggu.
WH juga menyampaikan kepada awak media bahwa korban kembali dimintai uang oleh penyidik dengan alasan “Pak Kanit yang meminta” agar penangkapan dapat segera dilakukan, dengan harapan pelaku dan barang bukti dapat ditemukan. Namun, korban justru dikecewakan karena barang bukti sama sekali tidak ditemukan oleh kepolisian.
Yang disita justru adalah pakaian bekas, padahal korban melaporkan pencurian perhiasan emas dan berlian.
WH menambahkan bahwa ada perubahan dalam BAP, di mana penyidik memasukkan barang-barang yang disita saat proses penangkapan, bukan perhiasan emas dan berlian yang dilaporkan. Awalnya, korban menolak menandatangani BAP perubahan tersebut karena barang bukti tidak sesuai dengan laporan awalnya.
Persidangan kasus ini akan dilanjutkan dengan agenda pembuktian lebih lanjut, dengan harapan semua kejanggalan dapat terungkap dan keadilan dapat ditegakkan.(Tim:Red)