Boyolali – Kabupaten Boyolali tengah diguncang polemik hebat usai diumumkannya pemenang lelang proyek peningkatan jalan Ngaren–Wonoharjo. Proyek yang dikelola Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPU PR) Boyolali dengan pagu anggaran mencapai Rp4 miliar (tepatnya Rp3.999.600.000) tersebut dimenangkan oleh CV Nirwana, perusahaan konstruksi yang disebut-sebut dimiliki oleh Wakil Bupati Boyolali, Dwi Fajar Nirwana.(Selasa 15 Juli 2025).
Kemenangan CV Nirwana dalam proyek bernomor lelang di LPSE Boyolali itu menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Pasalnya, publik menilai hal ini sarat dengan konflik kepentingan, apalagi proyek tersebut bersumber dari dana pemerintah dan seharusnya bebas dari pengaruh politik maupun kekuasaan.
Sudah Berdiri 10 Tahun, CV Nirwana Diduga Dekat dengan Pusat Kekuasaan , CV Nirwana diketahui telah berdiri sekitar satu dekade lalu. Namun, keterlibatannya dalam proyek-proyek strategis di Boyolali mulai menjadi sorotan tajam sejak Dwi Fajar Nirwana menjabat sebagai wakil kepala daerah. Masyarakat pun mempertanyakan transparansi dan integritas proses lelang yang seolah hanya formalitas.
“Sangat tidak elok jika perusahaan milik pejabat daerah ikut bermain dalam proyek pemerintah, meskipun secara hukum tidak dilarang. Ini menyangkut etika, kepercayaan publik, dan integritas pemerintahan,” ujar seorang tokoh masyarakat Boyolali yang enggan disebut namanya.
Polemik kian memanas setelah warga menemukan informasi proyek tersebut diproses melalui laman resmi https://spse.inaproc.id/boyolali, namun tidak semua pihak mengetahui detail prosesnya secara transparan.
Jejak Buruk: Insiden Plafon Ambruk di SMPN 3 Juwangi, Proyek CV Nirwana, CV Nirwana sebelumnya juga pernah menjadi sorotan pada tahun 2024 lalu, setelah proyek renovasi plafon aula SMPN 3 Juwangi yang ditanganinya mengalami kerusakan parah. Plafon bangunan ambruk secara tiba-tiba pada Jumat, 13 September 2024, dan ditemukan berserakan di lantai aula oleh salah seorang guru saat persiapan acara Maulid Nabi.
Beruntung kejadian tersebut terjadi di luar jam sekolah, sehingga tidak ada korban jiwa. Namun, rasa trauma dan kekhawatiran langsung merebak di kalangan guru, siswa, hingga orang tua murid. Seorang penjaga sekolah mengungkapkan bahwa ini bukan insiden pertama.
“Sebelumnya juga sudah pernah runtuh plafon di ruangan ini. Berarti memang kualitasnya sangat buruk,” katanya.
Dugaan sementara menunjukkan bahwa material yang digunakan tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB), dan pengerjaannya tidak memenuhi standar kualitas yang ditetapkan. Hal ini dianggap melanggar UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, serta PP No. 16 Tahun 2021 dan Permen PUPR No. 05/PRT/M/2016 tentang penyelenggaraan bangunan gedung yang aman dan nyaman.
Polemik ini pun mendapat perhatian dari sejumlah tokoh infrastruktur di Jawa Tengah. Mereka menyatakan akan mengawal dan mengawasi langsung seluruh pelaksanaan proyek-proyek di Boyolali, termasuk proyek peningkatan jalan yang dimenangkan CV Nirwana. Tujuannya agar proses pengerjaan sesuai spesifikasi teknis dan tidak menjadi ajang keuntungan sepihak oleh elit daerah.
“Proyek pemerintah bukan ruang abu-abu untuk kepentingan pribadi atau politik. Kalau CV milik pejabat tetap ikut proyek, maka pengawasan dari masyarakat sipil harus makin kuat,” ujar seorang aktivis infrastruktur dari Semarang.
Kini, masyarakat menantikan langkah tegas dari pihak berwenang, termasuk Inspektorat Daerah dan aparat penegak hukum, untuk menyelidiki lebih lanjut proses lelang dan rekam jejak penyedia jasa proyek tersebut. Kepercayaan publik yang mulai luntur terhadap pemerintah daerah menjadi taruhan dalam kasus ini.(iTO)