Denpasar, 7 Juli 2025 – Tiga media daring dinilai menyebarkan berita hoaks terkait dugaan intimidasi terhadap jurnalis yang melibatkan seorang Polwan dari Propam Polda Bali. Kritik keras disampaikan oleh Warsito, sosok yang dikenal sering meluruskan informasi miring di ruang publik.
Warsito menilai pemberitaan yang dimuat tiga media tersebut telah melanggar prinsip dasar jurnalisme karena tidak mengedepankan konfirmasi dari pihak-pihak yang diberitakan. Ia menyebut tindakan itu sebagai bentuk ketidakprofesionalan yang berpotensi mencoreng dunia pers.
“Dalam pemberitaan tiga media di Bali seminggu yang lalu, tidak ada konfirmasi kepada pihak yang bersangkutan. Menurut kami, itu adalah berita hoaks. Kami berharap kepada rekan-rekan media agar lebih akurat dalam menyajikan berita, jangan hanya bersumber dari ‘katanya-katanya’,” tegas Warsito kepada awak media, Kamis (7/7/2025).
Ia juga mengingatkan pentingnya menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik agar tidak dicap sebagai media tidak kredibel.
“Sebagai jurnalis, kita harus memahami dan menjalankan kode etik jurnalistik agar tidak dicap sebagai media Bodrex, media abal-abal, atau bahkan media bodong. Belajarlah dari media-media besar yang kredibel,” sambungnya.
Peristiwa Berawal dari Video Ketegangan di Lapangan, Warsito mengaku sebagai orang pertama yang menyaksikan langsung isi dari video berdurasi 1 menit 4 detik yang memicu polemik. Dalam video tersebut, tampak seorang wanita yang diketahui merupakan anggota Polwan dari Propam Polda Bali meluapkan ketidaknyamanannya karena merasa direkam diam-diam oleh seorang pria.
“Kamu jangan-jangan video saya! Saya nggak ada urusan sama kamu, kenapa kamu videokan saya? Matiin! Sudah, matiin!” ucap wanita tersebut dalam video dengan nada tegas.
Situasi semakin memanas saat wanita tersebut memperingatkan dengan suara lantang:
“Kalian ada apa? Jangan main-ancam-ancam di WhatsApp! Kalau memang ada yang salah, silakan dilaporkan saja. Gak usah main backup!”
Pria yang merekam langsung menjawab singkat, “Iya, maaf… saya matiin,” seraya menghentikan perekaman.
Kejadian tersebut diketahui berlangsung saat perayaan HUT Bhayangkara ke-79, yang kemudian viral di media sosial dan diberitakan tanpa verifikasi oleh tiga media online.
Identitas Tiga Media yang Disebut Sebarkan Hoaks, Menurut Warsito, pada sore hari tanggal 1 Juli 2025, tiga media langsung menerbitkan berita yang menyudutkan Polwan Polda Bali tanpa melakukan upaya klarifikasi, baik kepada pihak kepolisian maupun wartawan yang terlibat dalam konflik tersebut.
Warsito menyebut, berdasarkan penelusuran, ketiga media ini juga belum menunjukkan komitmen administratif sebagai perusahaan pers yang profesional dan kredibel.
Berikut tiga media yang dimaksud: 1. mitraadhyaksa.com, dikelola oleh PT. Cipta Media Adhyaksa, berkedudukan di Way Kanan, Lampung. 2. sergap86.id, dikelola oleh PT. Sergap Delapan Enam Berjaya, berkedudukan di Tanggamus, Lampung. 3. cyberpokri.id, dikelola oleh PT. Girimukti Multimedia Internasional, berkedudukan di Semarang, Jawa Tengah.
Warsito berharap, ke depan tidak ada lagi pemberitaan sepihak yang mengabaikan prinsip verifikasi. Ia menegaskan bahwa media adalah pilar demokrasi yang harus bertanggung jawab menyampaikan informasi yang benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
Sengketa Jurnalis di Bali, Polwan: Saya Cegah Keributan, Bukan Intimidasi
Denpasar, 6 Juli 2025 | Isu dugaan intimidasi yang melibatkan seorang anggota polisi wanita (Polwan) dari Propam Polda Bali terhadap jurnalis Radar Bali menuai polemik di tengah masyarakat. Menanggapi pemberitaan yang beredar, Aipda PT, yang disebut dalam tudingan tersebut, memberikan klarifikasi dan membantah keras adanya tindakan intimidasi.
Dalam pernyataannya kepada Radar Bali melalui pesan WhatsApp pada Minggu malam (6/7), Aipda PT menyampaikan bahwa dirinya justru berusaha melerai perdebatan antara dua jurnalis yang terlibat adu mulut di Lapangan Renon, Denpasar.
Saya berharap media besar seperti Radar Bali tidak memuat berita yang menyimpang dari faktanya hanya karena sentimen pribadi antara salah satu oknum media. Perlu saya garis bawahi bahwa pada saat itu tidak pernah saya melakukan intimidasi,” tegas Aipda PT.
Menurutnya, kejadian tersebut terjadi secara spontan saat dirinya kebetulan melintas di lokasi dan melihat dua orang jurnalis saling berdebat sembari merekam satu sama lain. Ia mengaku khawatir konflik tersebut akan berkembang menjadi kekerasan fisik, sehingga ia mengambil inisiatif untuk menenangkan situasi.
“Saya tanyakan ada apa ini? Saya sampaikan agar mereka secara dewasa dapat menyikapi permasalahan. Kalau merasa ada yang tidak berkenan, silakan lapor secara resmi,” ungkapnya.
Setelah memberikan arahan agar situasi mereda, kedua jurnalis mematikan handphone masing-masing. Aipda PT kemudian memberi nasihat agar mereka tidak membuat kegaduhan di ruang publik. Selain itu, ia juga menegur salah satu dari mereka karena melanggar aturan lalu lintas dengan berboncengan tanpa helm saat melintasi gapura utama, padahal Kapolda dan para pejabat utama (PJU) masih berada di lapangan.
“Saya melakukan semua itu tidak ada kaitannya dengan kepentingan apa pun. Murni menegur karena saya melihat langsung di lokasi dan tidak ingin masyarakat terganggu,” katanya lagi.
Namun, Aipda PT mengaku kecewa karena niat baiknya justru disalahartikan dan dijadikan bahan pemberitaan yang menurutnya tidak berdasar.
“Sayangnya, itikad baik saya malah diterjemahkan sebagai intimidasi. Sampai terbit berita fitnah seperti itu,” ujarnya dengan nada kesal.
Di sisi lain, salah satu jurnalis bernama Dede, yang terlibat dalam perselisihan tersebut, juga angkat bicara. Ia mengaku mendapat perlakuan kurang menyenangkan dari wartawan Radar Bali.
“Sejak awal, pihak dari Radar Bali sudah berbicara tidak sopan dan merendahkan. Tidak mencerminkan profesionalisme media besar. Seharusnya media besar merangkul, bukan meremehkan media kecil hanya karena tidak terdaftar di Dewan Pers,” tegas Dede.
Insiden ini menyoroti pentingnya etika profesi jurnalis dalam menjaga hubungan antar wartawan serta kesadaran aparat dalam menjalankan tugas tanpa disalahartikan. Klarifikasi ini diharapkan bisa meluruskan informasi yang beredar serta menghindari polemik lanjutan yang merugikan semua pihak.(*)