Pasuruan, 26 Juli 2025 – Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia (LMR-RI) Komda Pasuruan akhirnya angkat bicara terkait aktivitas penebangan pohon pinus di kawasan hutan lindung, khususnya di wilayah Desa Jatiarjo, Kecamatan Prigen, Kabupaten Pasuruan.
Melalui kuasa hukumnya, Dedy Afriandi Nusbar, LMR-RI menyatakan keprihatinan mendalam atas dugaan pelanggaran prosedur dalam penebangan tersebut. Ia menegaskan bahwa aktivitas penebangan di kawasan hutan lindung bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem secara sistematis.
“Penebangan pada kawasan hutan lindung bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga merusak ekosistem secara sistematis. Dampaknya nyata: mulai dari kerusakan habitat, hilangnya kesuburan tanah, berkurangnya sumber daya air, hingga mempercepat pemanasan global,” ujar Dedy kepada awak media, Minggu (28/7/2025).
Dedy menyebutkan bahwa LMR-RI tengah menyiapkan laporan resmi kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta aparat penegak hukum (APH) di tingkat provinsi untuk mendorong penindakan tegas atas aktivitas yang diduga merupakan bentuk illegal logging tersebut.
Dalam kajian internal LMR-RI, disebutkan bahwa penebangan liar dapat menimbulkan berbagai dampak lingkungan serius, seperti:
Kerusakan habitat yang memicu penurunan keanekaragaman hayati,hilangnya kesuburan tanah dan sumber mata air, potensi terjadinya banjir dan tanah longsor,meningkatnya emisi karbon akibat berkurangnya tutupan hutan
“LMR-RI tidak akan tinggal diam. Kami akan mengawal kasus ini agar tidak semakin merusak kelestarian lingkungan di wilayah Pasuruan,” tegas Dedy.
Ia juga mengajak masyarakat untuk turut serta mengawasi dan melaporkan aktivitas penebangan liar yang merugikan lingkungan dan masa depan generasi mendatang.
Sementara itu, berdasarkan berita acara yang diterima redaksi, luas area penebangan tercatat mencapai 7,5 hektare, dengan jumlah pohon yang ditebang sebanyak 270 batang. Kayu hasil tebangan tersebut telah diangkut ke beberapa Tempat Penampungan Kayu (TPK), antara lain TPK Pandaan, TPKH Penanggungan, dan TPKH Martopuro. Hasil tebangan itu telah dilaporkan melalui Laporan Hasil Produksi (LHP) dan dibayarkan Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH)-nya.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pasuruan, Ivan Cahyo Susanto, saat dikonfirmasi, menyatakan bahwa jumlah volume kayu yang ditebang mencapai sekitar 4800 kwibik, dan seluruhnya telah terjual serta terbayarkan.
“Saat ini kayu sudah mencapai sekitar 4800 kwibik. Semua sudah terjual dan terbayarkan,” ujarnya.
Namun, ketika ditanya mengenai nilai nominal hasil penjualan sebagai bentuk transparansi publik, Ivan enggan menyampaikan melalui pesan WhatsApp.
“Kalau soal catatan hasil penjualan tentu ada, saya setiap hari dapat laporan dari manajer. Tapi nanti saja saya sampaikan saat ketemu langsung, sambil ngopi. Kalau lewat WA saya khawatir terjadi kesalahan penyampaian,” katanya.
Hingga berita ini diterbitkan, awak media masih belum berhasil melakukan pertemuan langsung dengan Kepala KPH Pasuruan.
Berdasarkan hasil analisis dalam berita acara, ditemukan adanya 32 tunggak bekas tebangan di dalam kawasan hutan lindung dengan luas kurang lebih 6 hektare. Dokumen pendukung seperti LHP, bukti bayar PSDH, serta dokumen angkutan (SKSHHKB) akan dipenuhi oleh Perum Perhutani KPH Pasuruan dan menjadi bagian tak terpisahkan dari dokumen resmi penebangan tersebut.
(Tim Redaksi)