BANYUMAS – Dugaan praktik korupsi di Pemerintahan Desa Karangklesem, Kecamatan Pekuncen, Kabupaten Banyumas, mulai terkuak. Carut-marut pengelolaan dana desa yang tercium oleh masyarakat kini menjadi buah bibir, setelah tim investigasi Berita Istana melakukan penelusuran langsung ke lokasi dan menemukan sejumlah kejanggalan dalam pembangunan yang bersumber dari dana desa.(,Kamis 30 Oktober 2025).
Tim dari Media Berita Istana bersama TikTok Mata Jateng yang berusaha melakukan konfirmasi kepada pihak Pemerintah Desa Karangklesem justru menemui respon tertutup. Beberapa warga setempat mengaku tidak mengetahui secara jelas penggunaan dana desa yang semestinya untuk kepentingan publik.
“Kami ini masyarakat tidak pernah tahu berapa anggaran yang turun dan digunakan untuk apa saja. Pemerintah desa di sini tidak transparan,” tegas Wara S.P. (38), warga setempat, saat ditemui di sekitar lokasi proyek.
Wara menambahkan, pembangunan yang bersumber dari Dana Desa (DD), Aspirasi, hingga Bantuan Provinsi (Banprov) tidak pernah diumumkan secara terbuka. Hal ini menimbulkan kecurigaan kuat di kalangan warga bahwa ada indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.
Lebih mencengangkan lagi, salah satu proyek pembangunan drainase di wilayah Karangsalam 1 sebelah barat, RW 3, disebut-sebut menelan anggaran hingga Rp 141.398.800 dengan panjang hanya sekitar 325 meter. Padahal, menurut perhitungan harga normal di daerah tersebut, proyek serupa seharusnya bisa diselesaikan dengan kisaran biaya Rp 62 juta saja.
“Ini benar-benar parah, seolah-olah warga di sini tidak bisa menghitung atau tidak mengerti soal anggaran,” sindir Wara dengan nada kesal.
Selain proyek drainase, kejanggalan juga ditemukan pada pembangunan prasarana kepemudaan dan olahraga yang masing-masing tercatat menelan dana hingga Rp 192.237.830. Nilai tersebut dinilai tidak wajar jika dibandingkan dengan hasil fisik di lapangan yang terkesan asal jadi.
Tak berhenti di situ, warga juga menyoroti keberadaan kios milik desa di area Ruang Terbuka Hijau (RTH) Taman Djenggo. Fasilitas berukuran sekitar lebar 3 meter, panjang 2,10 meter, sebanyak 5 petak, yang terletak di depan PAUD Maftakhul Umum, Jalan Pramuka No. 644, Desa Karangklesem, Kecamatan Pekuncen, disewakan dengan tarif Rp 3 juta per petak. Namun, hingga kini tidak ada kejelasan kemana hasil sewa kios tersebut disetorkan.
“Kami juga tidak tahu uang sewanya masuk ke mana. Semua serba tertutup. Harusnya pemerintah desa terbuka agar tidak ada kecurigaan seperti ini,” ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Dugaan penyimpangan ini semakin memperkuat desakan masyarakat agar aparat penegak hukum turun tangan mengaudit seluruh penggunaan dana desa di Karangklesem. Transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan desa kini menjadi tuntutan utama agar kepercayaan publik tidak terus terkikis.
Sementara itu, Guntur Adi Pradana, S.H., M.H., C.Me, menegaskan bahwa dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana desa bukan lagi hal sepele. Ia menilai, ada indikasi kuat permainan yang dilakukan oleh sejumlah kepala desa, yang menurutnya hanya “akal-akalan” untuk mengelabui proses pemeriksaan administrasi.
“Banyak entri data yang duplikat atau berulang — seperti beberapa item bertajuk ‘Keadaan Mendesak’ atau ‘Penyelenggaraan Posyandu’. Ini perlu dicek, apakah memang ada kegiatan terpisah atau hanya pencatatan ganda,” tegas Guntur.
Lebih lanjut, Guntur mengungkapkan adanya item besar yang tidak dilengkapi rincian teknis. Misalnya, kegiatan “Pembangunan Drainase” hanya tercantum nilai total tanpa RAB, volume, atau panjang pekerjaan yang jelas.
“Selain itu, angka-angka yang terlalu bulat dan rapi — seperti Rp131.000.000 atau Rp3.000.000 — memang bisa saja wajar, tapi tetap harus dilengkapi dengan faktur, nota pembelian, dan kontrak kerja,” ujarnya.
Guntur juga menyoroti banyaknya item operasional kecil yang jika dijumlahkan mencapai nilai besar. Ia menduga hal tersebut rawan dijadikan celah untuk honor fiktif atau kwitansi palsu.
“Tidak ada kejelasan siapa penerima atau vendor dalam ringkasan laporan. Siapa pelaksana, berapa nilai kontraknya, dan apakah ada proses tender atau penunjukan langsung — semua itu harus dibuka secara transparan,” imbuhnya.
Guntur menambahkan, pihaknya kini sedang merangkum data dari beberapa desa di Kecamatan Pekuncen yang sudah masuk dalam pemberitaan media. Langkah selanjutnya, kata dia, akan dilaporkan secara resmi ke Polda Jawa Tengah, lantaran penyelesaian di tingkat Polres dinilai tidak lagi efektif.
“Kalau hanya dilaporkan di Polres, kami khawatir tidak ada tindak lanjut. Karena itu, kami akan bawa kasus ini ke Polda Jateng,” tegas Guntur menutup pernyataannya.
Sementara itu, Subagyo selaku Kepala Desa Karangklesem saat dikonfirmasi awak media Berita Istana memberikan tanggapan singkat terkait dugaan penyimpangan penggunaan dana desa. Ia menyampaikan,
“Kulo Karangklesem, Ndan. Nanti tak lihat dulu dengan desain gambarnya. Paling ke sini aja, Pak. Kalau dari Inspektorat sudah pernah ada pemeriksaan terkait penggunaan dana desa pada tahun 2023,” ujarnya.
Subagyo menambahkan, pemeriksaan yang dilakukan oleh pihak Inspektorat tersebut merupakan bagian dari pengawasan rutin terhadap pelaksanaan program dana desa di wilayahnya. Ia mengaku akan terlebih dahulu meninjau kembali dokumen serta desain kegiatan yang dimaksud sebelum memberikan penjelasan lebih lanjut kepada media.
Pihak redaksi Berita Istana akan terus berupaya melakukan konfirmasi lanjutan kepada pihak-pihak terkait, termasuk inspektorat, guna menjaga keseimbangan pemberitaan sesuai dengan kode etik jurnalistik.
Perlu diketahui, tim redaksi Berita Istana telah mengantongi data lengkap terkait anggaran pembangunan di Desa Karangklasem, yang akan menjadi bahan analisa dalam penelusuran lebih lanjut.(iTO)