Korban Mafia Tanah Digugat ke PN Bantul, Kasus Mbah Tupon Hebohkan Yogyakarta

Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta — Jagat hukum dan publik Yogyakarta tengah digegerkan dengan kabar miris: Mbah Tupon, seorang warga lansia yang diduga menjadi korban mafia tanah, kini justru digugat secara perdata ke Pengadilan Negeri (PN) Bantul.

Gugatan itu tercatat dengan nomor perkara 67/Pdt.G/2025/PN Btl, dan menyebutkan bahwa Triono sebagai tergugat utama, serta terdapat tiga turut tergugat lainnya yakni Triyono, Anhar Rusli, dan Mbah Tupon sendiri.

Menurut keterangan dari Juni, kuasa hukum salah satu pihak tergugat, gugatan ini dilayangkan dengan dasar perbuatan melawan hukum yang berangkat dari kesepakatan lisan antara penggugat dengan para tergugat. Diketahui, penggugat merupakan perantara dalam proses antara Achmadi dan Mbah Tupon.

Perselisihan ini muncul karena adanya perbedaan persepsi mengenai pecah sertifikat tanah milik Mbah Tupon. Di satu sisi, Mbah Tupon meyakini tidak pernah menjual tanah tersebut secara sah, sementara pihak Achmadi menafsirkan adanya balik nama sebagai bentuk jual beli atau jaminan.

Kasus ini langsung menyita perhatian publik, tak terkecuali dari kalangan pejabat negara. Sholeh Ahmad Efendi (SAE), Staf Utusan Khusus Presiden, memberikan pernyataan tegas kepada media.

“Kita harus membela dan membantu Mbah Tupon. Ini bukan hanya soal satu orang, tapi soal keadilan melawan mafia tanah yang sudah merampas hak rakyat,” ujar SAE kepada awak media Berita Istana, Jumat (20/6/2025).

Sholeh menyebut bahwa di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, tidak ada tempat bagi mafia tanah. Ia mengutip komitmen tegas Presiden untuk menindak siapapun yang terlibat dalam jaringan mafia pertanahan.

“Mafia tanah akan ditindak tegas. Presiden Prabowo tidak memberi ruang untuk mereka bernafas!” tegas SAE.

Ia juga menjelaskan bahwa praktik mafia tanah melanggar berbagai ketentuan hukum, termasuk Pasal 263 KUHP (pemalsuan surat), Pasal 266 (penggunaan surat palsu), Pasal 372 (penggelapan), Pasal 378 (penipuan), dan Pasal 385 (penyerobotan tanah). Bahkan, jika terbukti adanya aliran dana mencurigakan, Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juga bisa dikenakan.

“Kami dari pihak istana akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas. Tidak ada kompromi untuk mafia tanah,” tutup Sholeh.

Kasus ini menambah panjang daftar dugaan kejahatan pertanahan yang terjadi di Indonesia. Mbah Tupon kini menjadi simbol perlawanan terhadap praktik-praktik mafia tanah yang merugikan rakyat kecil. Publik berharap pengadilan akan berpihak pada keadilan yang sebenarnya.(iTO)

Array

Bagikan ini:

Redaksi

PT. BERITA ISTANA NEGARA

Berita terkini
Scroll to Top