Sintang – Sengketa kepemilikan tanah di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat kembali mencuat setelah seorang warga bernama Amel mengklaim sebidang tanah sebagai milik almarhum suaminya, Sukarwi. Namun, klaim tersebut dinilai tidak berdasar karena tanah tersebut terdaftar secara sah atas nama Jayus sejak tahun 1986.
Tanah seluas 100×150 meter tersebut awalnya merupakan lahan transmigrasi yang dimiliki Jayus sejak 1986. Saat itu, Jayus telah meninggalkan lokasi dan hingga kini tidak diketahui keberadaannya. Berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), tanah tersebut awalnya berstatus hak pakai dengan nomor 10835. Kemudian pada tahun 1990, statusnya berubah menjadi hak milik dengan nomor 403 atas nama Jayus, yang saat itu tercatat dalam wilayah administratif Desa Kajang (kini Desa Kajang Baru), Kecamatan Sungai Tebelian, Kabupaten Sintang.
Polemik dimulai ketika Ervan Julianto, anak dari almarhum Sukarwi, mempertanyakan keberadaan tanah yang diklaim sebagai warisan ayahnya. Namun berdasarkan bukti yang ada, tanah tersebut sebenarnya bukan harta gono-gini karena diperoleh Sukarwi melalui hibah dari Kepala Kampung bernama Pak Pikul saat Sukarwi masih bujang.
Masalah semakin rumit ketika ditemukan bahwa tanah tersebut telah disertifikatkan atas nama Sutikno, suami kedua Amel. Padahal, bila ditinjau dari dokumen sebelumnya—yakni Surat Keterangan Tanah (SKT) atas nama Sukarwi dan Surat Pernyataan Tanah (SPT) atas nama Sutikno—terdapat kesamaan ukuran dan batas-batas yang mencurigakan. Batas selatan pada SKT Sukarwi berbatasan dengan Sutrisno (ayah Agus Riyadi), sementara pada SPT Sutikno berbatasan dengan Agus Riyadi (anak Sutrisno), memperkuat dugaan bahwa SPT tersebut berasal dari SKT yang sama.
Yang mengejutkan, pada tahun 2014, ketika data pertanahan dikomputerisasi dalam program Komputerisasi Kegiatan Pertanahan (KKP), tanah tersebut kembali tercatat sebagai hak milik nomor 503 atas nama Jayus. Hal ini menegaskan bahwa status kepemilikan tanah tetap sah atas nama Jayus, dan tidak pernah berpindah kepada Sukarwi maupun ahli warisnya.
Sementara itu, diketahui bahwa Purwanto, yang kini menempati tanah tersebut, membelinya dari Wartim pada tahun 2004. Transaksi tersebut sudah melalui tangan keempat, namun sertifikat tanah tetap atas nama Jayus hingga kini.
Tahun 2014, Amelia tiba-tiba mengklaim tanah tersebut sebagai milik almarhum suaminya dan bahkan sempat melaporkan ke Polres Sintang dan BPN Sintang untuk meminta pembatalan sertifikat atas nama Jayus. Namun hingga saat ini, tidak ada bukti sah yang mendukung klaim tersebut.
Menanggapi polemik ini, Direktur Utama PT Berita Istana Negara, Warsito, menegaskan bahwa klaim Amelia tidak memiliki dasar hukum. “Surat-surat dan kronologinya sangat jelas. Apalagi sekarang semuanya sudah terdigitalisasi. Di era Presiden Soeharto, data pertanahan untuk lahan transmigrasi sangat teliti dan akurat. Tidak bisa sembarangan mengklaim,” ujar Warsito.
Kasus ini kini menjadi sorotan di Kabupaten Sintang karena menyangkut kepastian hukum dan administrasi pertanahan, serta menjadi pembelajaran agar klaim sepihak tanpa bukti kuat tidak merugikan pihak lain.(Tim : Red)
Beberapa media online yang sudah tayangkan berita terkait klaim sertifikat adalah hoak klik link ini