Air Mata Suraji dan Si Gemplo: Kisah Qurban Presiden untuk Warga Gilirejo Baru Sragen

Sragen – Senin pagi, 9 Juni 2025. Mentari baru saja menyapa Desa Toyogo, kecamatan paling timur di Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Di sebuah rumah sederhana, Suraji, Kepala Desa Toyogo, tampak sibuk menyiapkan keberangkatan seekor sapi berwarna hitam legam bernama Si Gemplo. Bukan sapi biasa, bobotnya mencapai 1,2 ton dan selama tiga tahun terakhir telah menjadi teman setia Suraji.

Hari itu bukan hari biasa. Si Gemplo akan memulai perjalanan terakhirnya—dikirim untuk memenuhi pesanan kurban dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Tujuannya adalah Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, berada di ujung barat Sragen, berbatasan dengan Boyolali dan Grobogan.

Sebuah truk kuning disiapkan. Dengan penuh hati-hati dan dibantu beberapa warga, Suraji memandu Si Gemplo menaiki kendaraan. Tak ada paksaan, tak ada suara gaduh. Si Gemplo seakan tahu ini adalah perjalanan penting. Wajah Suraji menegang, tapi ia tetap tegar. Jam menunjukkan pukul 06.45 WIB ketika truk melaju pelan meninggalkan halaman rumah.

Perjalanan sekitar dua setengah jam akhirnya mengantar mereka ke Dukuh Gondanglegi RT 8A, tepat pukul 09.27 WIB. Truk berhenti di halaman Masjid Niatusholihin, tempat pelaksanaan penyembelihan hewan kurban.

Sebelum proses penurunan sapi, Suraji meminta izin untuk ke kamar mandi. Ia mencuci muka, mencoba menyegarkan diri dari embun emosional yang mulai menyesak di dada. Tapi begitu ia keluar dan melihat Si Gemplo berdiri tenang di bak truk, air matanya akhirnya jatuh.

Suraji tidak menangis karena sedih melepas harta, melainkan karena melepas bagian dari dirinya. Tiga tahun ia merawat Si Gemplo. Sapi itu bukan hanya ternak, tapi sahabat, pendengar sunyi, bahkan kadang menjadi pelipur lara kala kesepian menyapa.

Seorang jurnalis dari media Berita Istana menangkap momen itu. Tak lama kemudian, Warsito—Direktur Utama PT Berita Istana Negara dan juga sahabat lama Suraji—mengajaknya sarapan di rumah Ketua Panitia Kurban, Misron SH.

Sambil menikmati hidangan pagi dengan nasi hangat, tempe goreng, dan sambal terasi, Warsito bertanya, “Pak Suraji, saya lihat tadi panjenengan menangis. Kenapa?”

Suraji menatap sahabatnya, tersenyum lirih. “Iya, Mas. Si Gemplo ini… saya yang pelihara dari kecil. Sudah seperti anak saya sendiri. Setiap pagi saya ajak bicara, saya rawat seperti keluarga. Tapi karena Presiden yang minta, ya saya harus hormat. Saya anggap ini kehormatan untuk desa kami.”

Warsito sempat bertanya soal harga sapi, namun Suraji hanya menjawab singkat, “Sudah cukup. Tapi jangan ditulis ya Mas,” sambil berbisik dan tertawa kecil.

Tak lama, suara takbir dan derap langkah panitia terdengar. Proses pemotongan siap dimulai. Suraji memilih menjauh. Ia tak ingin menyaksikan momen itu. Ia takut… bukan takut darah, tapi takut jika Si Gemplo merasa sedih karena dirinya tak bisa menyelamatkannya.

Beberapa jam kemudian, daging dari lima ekor sapi, termasuk Si Gemplo, dibagikan kepada lebih dari 600 kepala keluarga di Dusun I dan II Gilirejo Baru. Warga tersenyum, anak-anak bergembira, dan para ibu menyiapkan rendang dan gulai. Hari itu menjadi hari yang penuh berkah.

Acara dihadiri oleh tokoh-tokoh penting: Camat Miri Ali Rahmanto, Kapolsek AKP Prayitno, WS Danramil Letda Inf. Suprapto, serta Kepala Desa Gilirejo Baru, Supratikno. Semua menyampaikan rasa terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang memberi perhatian luar biasa kepada desa kecil ini.

Sekitar Pukul 10:15 WIB, Suraji pamit pulang. Ia menoleh sekali lagi ke arah masjid, ke arah tempat Si Gemplo telah tiada. Namun di matanya, bukan kesedihan yang tampak, melainkan haru, bangga, dan cinta.

“Selamat jalan, Gemplo,” bisiknya pelan. “Semoga pahalamu besar, seperti tubuhmu yang gagah.”

Jejak Doa dari Tanah Suci: Bupati Sragen, Camat Miri, dan Kurban di Gilirejo Baru

Di tengah teriknya matahari musim haji, Bupati Sragen, Sigit Pamungkas, melangkah khusyuk di pelataran Masjidil Haram. Ibadah hajinya tahun ini bukan hanya perjalanan spiritual, tetapi juga momentum untuk tetap hadir bagi rakyatnya meski dari kejauhan. Dari Tanah Suci, Bupati Sigit menitipkan salam, doa, dan rasa syukur yang mendalam bagi warganya.

Melalui Camat Miri, Ali Rahmanto, pesan Bupati itu sampai ke pelosok desa Gilirejo Baru. Di sinilah, pada hari Iduladha yang khidmat, gema takbir bercampur haru mewarnai prosesi kurban yang istimewa. Satu ekor sapi besar berdiri tegap di tengah lapangan desa—hewan kurban yang merupakan sumbangan langsung dari Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto.

Camat Ali Rahmanto yang hadir langsung dalam prosesi penyembelihan menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada Presiden. “Atas nama masyarakat Kecamatan Miri, khususnya warga Desa Gilirejo Baru, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Presiden Prabowo Subianto atas perhatian dan kepeduliannya,” ujarnya di hadapan para warga yang berkumpul.

Momen ini menjadi penanda kuatnya jalinan antara pemimpin dan rakyat, meski jarak membentang luas. Di satu sisi, Bupati Sigit menunaikan rukun Islam kelima dengan khusyuk. Di sisi lain, warganya merayakan Iduladha dengan semangat kebersamaan, disemangati oleh bentuk nyata kepedulian dari pucuk pimpinan negara.

Dalam suasana yang penuh syukur, kurban bukan sekadar ritual tahunan, tetapi wujud nyata kepedulian dan kehadiran pemimpin di tengah rakyat. Gilirejo Baru hari itu tidak hanya menjadi lokasi pemotongan sapi kurban, melainkan juga tempat di mana harapan, doa, dan rasa terima kasih bertemu dalam satu narasi kemanusiaan.

Catatan Penulis: Cerita ini merupakan penggabungan dari peristiwa nyata penyembelihan hewan kurban Presiden Republik Indonesia di Sragen dengan narasi emosional dari seorang peternak sederhana yang memberi kita pelajaran: bahwa kasih sayang tidak mengenal spesies, dan keikhlasan adalah bentuk tertinggi dari cinta.

@TikTok MATA JATENG

Ditulis oleh Warsito Orang Pinggiran

Array

Bagikan ini:

Redaksi

PT. BERITA ISTANA NEGARA

Berita terkini
Scroll to Top