JAKARTA – Bupati Buton Selatan (Busel), Adios, menuai sorotan publik setelah tersebar unggahan foto bersama pejabat Kejaksaan Agung. Tindakan tersebut dianggap tidak etis sebagian pihak menilai sebagai upaya pamer kekuatan di tengah maraknya kasus dugaan mafia proyek yang semakin mengakar di wilayah Busel, Sulawesi Tenggara (Sultra)
*Pertanyaan pun bermunculan: apakah gesture tersebut sebatas silaturahmi biasa, atau justru sinyal bahwa Bupati sedang mencari perlindungan dari aparat penegak hukum?*
Sejumlah laporan mengungkap bahwa praktik kotor dalam pengelolaan proyek di Busel berlangsung sistematis. Skema tersebut disebut melibatkan kontraktor, pejabat dinas, hingga aktor luar daerah yang diduga mendapat perlindungan politik. Nama dua sosok berinisial NAS dan ID kerap disebut sebagai “pengatur proyek” dengan memanfaatkan posisi Kepala Dinas dan kedekatan dengan Bupati.
Kasus proyek rehabilitasi Pelabuhan Rakyat Batu Atas dengan anggaran Rp1,45 miliar menjadi contoh nyata buruknya pengelolaan. Hasil pekerjaan dinilai asal-asalan dan hanya sebatas tambal sulam, bahkan Ketua DPRD Busel, Dodi Hasri, secara terbuka menyatakan kekecewaannya.
Lebih jauh, dugaan kongkalikong juga menyeret Unit Layanan Pengadaan (ULP) Busel. Menurut laporan Masyarakat Anti Rekayasa (MAR), ada indikasi arahan langsung dari Bupati Adios kepada Pokja ULP untuk menggugurkan perusahaan dengan peringkat pertama demi memenangkan perusahaan titipan.
“Kalau pemenang sah digugurkan dengan alasan tidak objektif, jelas ada rekayasa. Itu bukan sekadar pelanggaran etika, tapi perbuatan melawan hukum. Pasal 22 UU Nomor 5 Tahun 1999 jelas melarang persekongkolan dalam tender,” tegas Koordinator MAR, Ramadhan, melalui keterangan di Jakarta.
Ramadhan juga mengingatkan bahwa dugaan penyalahgunaan wewenang ini bisa masuk ranah tindak pidana korupsi. “Kalau arahan datang dari Bupati, maka itu bentuk penyalahgunaan kewenangan. Pasal 3 UU Tipikor jelas mengancam pelaku dengan hukuman hingga seumur hidup,” tambahnya.
Salah satu kasus yang disorot adalah penetapan CV Titik Noktah Engineering (TNE) sebagai pemenang tender pembangunan tiga ruang kelas baru di SD Negeri 3 Jaya Bakti. Perusahaan ini disebut hanya sebagai titipan ID, sosok yang dikenal dekat dengan Bupati. Sejumlah perusahaan peringkat pertama digugurkan tanpa prosedur, sementara pengumuman pemenang ditunda-tunda tanpa alasan jelas.
MAR menilai praktik ini bertentangan dengan Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang menekankan transparansi, keadilan, efisiensi, dan akuntabilitas. Bahkan, muncul dugaan bahwa setiap perusahaan yang ingin memenangkan proyek di Busel harus “melalui ID”, atau otomatis akan digugurkan.
Di tengah situasi ini, publik mempertanyakan langkah Bupati Adios yang justru memilih pamer kedekatan dengan Kejaksaan Agung. Tindakan tersebut dinilai kontraproduktif, mengingat dugaan mafia proyek di Busel semakin menyeruak dan menimbulkan kerugian negara. (R)