Konflik Agraria Rumpin Bogor Vs TNI AU Atang Sendjaja Bergulir di BAM DPR RI

Berita Istana
4 Min Read

JAKARTA – Konflik agraria antara warga Desa Sukamulya, Kecamatan Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan TNI AU Atang Sendjaja kembali mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (24/09/2025).

Kasus ini berawal dari adanya dua register seluas sekitar 450 hektare yang didaftarkan ke Kementerian Keuangan dalam Inventaris Kekayaan Negara (IKN) pada 2009 dan ditetapkan sebagai aset TNI AU Atang Sendjaja. Warga menilai langkah tersebut sebagai bentuk perampasan lahan masyarakat.

Dalam area seluas itu berdiri berbagai fasilitas publik, seperti kantor desa, sekolah dasar, masjid, gereja, makam, lapangan sepak bola, hingga permukiman warga. Namun, masyarakat kerap mendapat intimidasi saat ingin membangun rumah di atas tanah tersebut.

Kepala Desa Sukamulya, Ihwan Nur Arifin, menegaskan bahwa akibat dua register tersebut, warganya tidak bisa meningkatkan alas hak tanah menjadi Sertifikat Hak Milik (SHM).

“Sejak 2009 aset masyarakat sekitar 450 hektare masuk ke dua register Kemenkeu milik TNI AU Atang Sendjaja. Akibatnya masyarakat kami tidak bisa meningkatkan alas haknya di ATR/BPN,” ujar Ihwan.

Ia mendesak BAM DPR RI turun langsung ke lokasi. “Tidak ada jalan lain, pimpinan BAM harus turun karena hanya pimpinan yang bisa menghapus dua register itu,” tambahnya.

Hal senada disampaikan Ketua BPD Sukamulya, Didi Furqon Firdaus, yang menilai klaim TNI AU tidak sah. “Tidak berhak TNI AU mengakui 450 hektare lahan masyarakat. Solusinya hanya satu: hapus dua register itu,” tegasnya.

Sementara Ketua Forum Masyarakat Desa (FMD) Sukamulya, Junaedi Adhi Putra, menyinggung panjangnya perjuangan warga. “Sejak 2023 kita aksi ke Kemenkeu, bahkan sudah ditangani staf Presiden Prabowo. Sudah 22 tahun bolak-balik DPR RI, dibentuk panja tapi selalu hilang karena ganti pimpinan. Kami, generasi muda, harus terus mendobrak hak rakyat,” katanya.

Wakil Ketua BAM DPR RI, Adian Napitupulu (Fraksi PDI-P), mengaku memahami konflik agraria di Rumpin. Namun, ia menyebut BAM hanya berwenang menampung aspirasi dan meneruskannya ke komisi terkait.

“Kita hanya ada 19 alat kelengkapan dewan, baru dibentuk 7–8 bulan lalu. Saya sedang berupaya agar kewenangan BAM bisa diperluas. Semoga 1–2 minggu ke depan ada titik terang. Saya minta data diperkuat dan segera dikirimkan,” ujar Adian.

Adian menambahkan bahwa kasus Rumpin memang menjadi salah satu target penyelesaiannya sejak masih di Komisi II DPR RI.

Dari hasil verifikasi, lahan yang benar-benar dimiliki TNI AU di Desa Sukamulya tercatat sekitar 75 hektare, terdiri dari:

  • SK Menteri Agraria yang diperkuat SK Bupati Bogor: 36,6 ha
  • Pembebasan paksa 2006–2007: 24 ha
  • Water training: 5 ha
  • Pembebasan 2012: 10 ha

Namun, upaya sistematis dan terstruktur disebut dilakukan TNI AU Atang Sendjaja untuk melegitimasi klaim lahan, termasuk membatalkan dua sertifikat milik warga melalui gugatan di PTUN Bandung. Hal ini dinilai bertentangan dengan UU Pokok Agraria No. 5/1960 dan prinsip Hak Asasi Manusia.

Masyarakat Sukamulya mendesak Presiden Prabowo Subianto turun tangan langsung menyelesaikan konflik ini. Menurut mereka, hanya kebijakan presiden yang dapat menghapus dua register di Kemenkeu.

Konflik ini sendiri bermula dari klaim sepihak TNI AU atas 1.000 hektare lahan dengan alasan warisan kolonial Jepang, yang kemudian didaftarkan sebagai IKN pada 2009. Padahal, luas Desa Sukamulya 1.070 hektare telah ditempati masyarakat secara turun-temurun, bahkan sebagian sudah bersertifikat resmi.

(Hari Setiawan)


 

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *