Mapolda Papua Barat Daya Difungsikan sebagai Galangan Kapal Ilegal, Wilson Lalengke Minta Kapolda Tindak Anggotanya

Berita Istana
10 Min Read

Sorong, Papua Barat Daya – Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Papua Barat Daya terlihat telah berubah fungsi sebagai tempat sandar kapal rusak untuk diperbaiki alias berubah fungsi sebagai galangan kapal tanpa izin resmi dari pihak terkait. Hal itu terungkap dari kunjungan Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Daerah Papua (DPRP) Provinsi Papua Barat Daya, Zed Kadokolo, bersama dua anggotanya, Petrus Nau dan Robert George Yulius Wanma, ke Mapolda tersebut, Jumat, 22 Agustus 2025.

Di lokasi Mapolda Papua Barat Daya yang terletak di tepi pantai Distrik Tampa Garam, Kota Sorong, ini para wakil rakyat itu menemukan tugboat tongkang bekas tersandar di tepian Mapolda dan terlihat peralatan kerja pengelasan serta bekas pekerjaan di badan kapal tongkang itu. Hal ini tentu saja menimbulkan tanda tanya besar terhadap tugas pokok dan fungsi Mapolda, apakah pengerjaan perbaikan dan atau pemberian layanan terhadap kapal-kapal juga menjadi bagian dari tupoksi Mapolda Papua Barat Daya?

“Ini menimbulkan pertanyaan bagi kami di Dewan, apakah Mapolda Papua Barat Daya ini sudah beralih fungsi menjadi galangan kapal, tempat pembuatan dan pelayanan perbaikan kapal? Jika yaa, sejak kapan diberikan kewenangan menangani masalah perbaikan kapal dan apakah sudah ada izin galangan kapalnya?” ujar Robert Wanma, anggota DPRP Papua Barat Daya dari Utusan Masyarakat Adat berdasarkan Otonomi Khusus Papua kepada wartawan di tempat kejadian perkara.

Sayangnya, ketika ketiga anggota DPRP yang membidangi Pemerintahan, Hukum, Keamanan, Ketertiban dan kemasyarakatan itu ingin bertemu Kapolda Papua Barat Daya, sang Kapolda Brigjen Pol Gatot Haribowo, S.I.K., M.A.P. tidak bersedia menerima, dan hanya mendelegasikan staf-nya berpangkat Bintara untuk memberikan keterangan kepada para anggota Dewan yang terhormat itu. Setelah bertemu staf Kapolda tersebut, team inspeksi mendadak (sidak) ini melanjutkan kunjungan ke Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas I Sorong. Di kantor ini, Zed Kadokolo dan kawan-kawan diterima langsung oleh Kepala Bidang Keselamatan Berlayar, Penjagaan dan Patroli, Ronald, S.E.

Kepada pada anggota Dewan, Ronald menjelaskan secara garis besar bahwa pemilik kapal seharusnya melaporkan ke KSOP untuk mendapatkan ijin perbaikan dalam bentuk apapun. “Setiap pemilik atau perusahaan pemilik kapal wajib melaporkan ke KSOP setempat untuk mendapatkan ijin perbaikan dalam bentuk apapun, dengan mengikuti persyaratan yang harus dipenuhi,” jelasnya.

Ronald juga menjelaskan bahwa kegiatan perbaikan kapal harus dilakukan di galangan kapal yang ijin operasional galangan yang masih berlaku alias belum kedaluwarsa. “Juga, segala dokumen adminstrasi galangan kapalnya harus lengkap, sehingga kegiatan tersebut bisa berjalan sesuai dengan SOP keamanan dan keselamatan berlayar,” tegasnya.

Tidak hanya itu, Ronald juga menekankan bahwa setiap kapal, baik yang masih laik operasi maupun yang akan diperbaiki atau diperjual-belikan dalam bentuk barang bekas, harus dilengkapi dengan persyaratan administratif seperti Akte Gross Kapal. “Setiap kapal, dalam bentuk apapun adanya harus memiliki Akte Gross Kapal yang berfungsi serupa dengan BPKB untuk kendaraan bermotor,” tambahnya.

Dari hasil temuan di lapangan tersebut, kata Zed Kadololo, Dewan akan menindaklanjutinya dengan mengadakan rapat dengar pendapat dalam waktu dekat. Komisi I DPRP Papua Barat Daya akan mengundang semua instansi terkait di lingkungan Kabupaten Sorong Selatan, KSOP Kelas I Sorong, Kapolda Papua Barat Daya, Kapolresta Sorong, pihak perusahaan dan pemilik kapal serta masyarakat adat Saimar.
Kasus penemuan kegiatan illegal di Mapolda Papua Barat Daya ini bermula dari pengaduan masyarakat adat Saimar yang berada di Distrik Kais Darat, Kabupaten Sorong Selatan, Provinsi Barat Daya. Ketua masyarakat adat, Yesaya Saimar, bersama masyarakat Kais mendatangi Kantor DPRP Propinsi Papua Barat Daya mempertanyakan surat mereka yang masuk ke Dewan terkait persoalan antara masyarakat dengan PT. Mitra Pembangunan Global (PT MPG), pada Jumat, 22 Agustus 2025. PT. MPG adalah pemilik kapal tugboat tongkang yang ditemukan nangkring di Mapolda Galangan Kapal Ilegal Papua Barat Daya itu.

Perusahaan pemilik kapal ini mempunyai hutang terhadap Yesaya Saimar dan komunitas masyarakat adatnya dan belum kunjung dilunasi hingga detik ini. Sebagai kompensasi atas kelalaian PT. MPG yang sudah berlangsung lebih dari 6 tahun tersebut, masyarakat adat Saimar menahan kapal tongkang itu sebagai jaminan hingga hutang perusahaan kepada mereka dibayarkan.

Tindakan Yesaya Saimar dan masyarakat adatnya ini akhirnya menjadi polemik dan masuk ke meja aparat Polres Sorong Selatan untuk diselesaikan. Surat kesepakatan ditanda-tangani pihak Yesaya Saimar bersama Ketua Lembaga Masyarakat Adat Kaiso, Daud Enzo, dengan PT. MPG yang diwakili Edi Yusuf dan Sawaludin di Mapolres Sorong Selatan, pada Kamis, 20 Maret 2025.

Point pertama dalam surat pernyataan kesepakatan itu tertulis bahwa Kedua belah pihak bersepakat terkait dengan pembayaran hutang PT. MPG, akan dibayarkan paling lambat pada hari Selasa, tanggal 15 April 2025. Pada point kedua disebutkan bahwa apabila Pihak II PT. MPG tidak membayarkan hak tersebut (pembayaran hutang), maka kapal tugboat (kapal besar tanpa mesin – red) dan tongkang (kapal kecil penarik kapal besar – red) diserahkan dari Pihak II PT. MPG kepada Pihak I (Yesaya Saimar) sebagai kompensasi jaminan kepada Masyarakat Pemilik Hak Ulayat (Yesaya Saimar).

Untuk menjaga keamanan barang bukti, Polres Sorong Selatan memindahkan tugboat tongkang dimaksud dari perairan Distrik Kais Darat ke area aman yakni di perairan Polairud yang bersebelahan dengan Mapolda Papua Barat Daya. Barang bukti ini diberi label Status Quo.

Namun naas, setelah penandatanganan kesepakatan itu, pihak Polres Sorong Selatan melakukan intimidasi terhadap masyarakat adat, yakni Yesaya Saimar. Oknum-oknum Polres Sorong Selatan menculik yang bersangkutan bersama istrinya, melalui tipu daya, dikelabui dengan alasan akan dibantu berobat karena Yesaya Saimar yang sudah lansia itu sedang sakit ke klinik. Ternyata, mereka berdua dibawa berkeliling berputar kesana-kemari dan akhirnya dibawa ke Polres Sorong Selatan. Di sana, keduanya disandra, disekap, tidak boleh keluar dari Polres, dan dipaksa untuk menandatangani semacam surat pernyataan yang isinya membatalkan sepihak surat kesepakatan dengan perwakilan PT. MPG.

Beruntung, Team Cacing Tanah PPWI Papua Barat Daya berhasil menyelamatkan kedua orang tua itu melalui trik kucing-kucingan dengan oknum polisi di Polres Sorong Selatan. “Waduh, seru kejadiannya, seperti di film-film action. Oknum-oknum polisi bersejata laras panjang sempat mengejar kami saat sudah berhasil menyelamatkan Pak Yesaya Saimar dan istrinya dari ruang penyandraan Mapolres Sorong Selatan,” ujar Anis, salah satu anggota Team Cacing Tanah PPWI didampingi Penasehat Hukum masyarakat adat Saimar, Simor Soren, beberapa waktu lalu.

Setelah beberapa bulan tanpa penyelesaian hukum yang jelas dari pihak Polres Sorong Selatan, masyarakat melihat adanya kegiatan yang dilakukan oleh beberapa orang di atas kapal tugboat di tepian pantai Mapolda Papua Barat Daya yang sudah berubah fungsi sebagai galangan kapal illegal itu, pada Kamis, 21 Agustus 2025. Ketika ditemui, para pekerja itu mengatakan bahwa pihak PT. MPG, bernama Sawaludin, sebagai penanggung jawab aktivitas yang mereka lalukan.

Atas temuan itu, Yesaya Saimar bersama masyarakat beramai-ramai mendatangi DPRP di hari berikutnya, yakni pada Jumat keramat, 22 Agustus 2025. Mendapatkan laporan dari masyarakat, secara spontan DPRP Papua Barat Daya langsung melakukan sidak ke Mapolda Papua Barat Daya, yang dipimpin oleh Zed Kadokolo selaku Ketua Komisi I, ditemani dua anggotanya.

Banyak pihak menyayangkan sikap dan perilaku sewenang-wenang oknum polisi di Polres Sorong Selatan dan Polda Papua Barat Daya. Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (Ketum PPWI), Wilson Lalengke, mengecam keras tindakan oknum aparat penegak hukum yang menangani kasus ini.

“Jika Polri ada untuk masyarakat, kenapa justru polisi menculik masyarakat dan membela perusahaan? Anda dibayar berapa oleh Sawaludin untuk melalukan perusakan hukum di negeri ini?” Demikian bunyi pesan WhatsApp alumni PPRA-48 Lemhannas RI tahun 2012 itu kepada Kasatreskrim Polres Sorong Selatan, IPTU Calvin Reinaldi Simbolon yang tersebar di media sosial dan status WhatsApp-nya.

Selanjutnya, wartawan senior itu mendesak agar Kapolda Papua Barat Daya, Brigjen Pol Gatot Haribowo, S.I.K., M.A.P. segera menindak anggotanya yang terlibat dalam menzolimi masyarakat adat di Distrik Kais Darat itu. Wilson Lalengke mengatakan bahwa dirinya masih sangat berharap Kapolda tidak terlibat dalam kasus ini.

“Saya minta Kapolda Papua Barat Daya agar membersihkan anak buahnya yang berani mencemari Mapolda menjadikannya sebagai galangan kapal illegal. Kalau tidak mampu melakukan bersih-bersih di internal Polda, sebaiknya copot saja bintang yang bertengger di bahu kiri-kanan itu, karena mereka malu bertengger di pundak Anda Pak Gatot,” tegas Wilson Lalengke sambil mengingatkan pesan Presiden Prabowo Subianto bahwa pangkat dan bintang-bintang itu adalah pemberian masyarakat yang oleh karena itu mereka harus siap berkorban untuk masyarakat. (TIM/Red)

_Video terkait kunjungan DPRP Papua Barat Daya ke Mapolda dapat disimak di sini: https://vt.tiktok.com/ZSABmcdN7/_

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *