Tukad Linggah Menangis: Tambang Galian C Diduga Ilegal Merajalela

Berita Istana
5 Min Read

KARANGASEM – Kerusakan lingkungan di Tukad Linggah, Desa Tulamben, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Bali, kini tak lagi bisa disembunyikan. Sungai yang dahulu menjadi penyangga ekosistem dan sumber kehidupan masyarakat setempat, berubah drastis: terkoyak, tergerus, dan kehilangan bentuk alaminya. Penyebabnya diduga kuat adalah aktivitas penambangan galian C ilegal yang berlangsung secara masif dan tak terkendali.

Kondisi memilukan tersebut mencuat ke ruang publik setelah sebuah video situasi terkini Tukad Linggah viral di media sosial Facebook. Video itu diunggah oleh Wayan Sukanyar, warga lokal Tulamben, yang merekam langsung kerusakan parah di sepanjang aliran sungai. Dalam tayangan tersebut tampak jelas bantaran sungai terkikis, alur sungai berubah, dan material pasir serta batu dikeruk menggunakan alat berat tanpa kendali.

Unggahan itu bukan sekadar dokumentasi visual, melainkan jeritan warga yang menyimpan kemarahan dan kesedihan melihat alam desanya dihancurkan secara perlahan.

“Jika alam sudah hancur seperti ini, siapa yang akan bertanggung jawab?” menjadi pertanyaan besar yang mengemuka di tengah masyarakat.

Warga setempat menduga kuat aktivitas galian C di Tukad Linggah banyak dilakukan tanpa mengantongi izin resmi, baik Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun persetujuan lingkungan. Penambangan disebut berlangsung siang dan malam, dengan lalu lalang kendaraan pengangkut material yang seolah tak tersentuh hukum.

Lebih jauh, muncul dugaan adanya “atensi” atau pembiaran dari oknum aparat penegak hukum (APH). Dugaan ini membuat para penambang merasa aman, bahkan kebal dari penindakan. Pasalnya, kerusakan lingkungan terjadi dalam kurun waktu lama, alat berat bebas keluar masuk area sungai, dan material tambang diangkut tanpa hambatan.

Jika pengawasan berjalan sebagaimana mestinya, publik menilai mustahil aktivitas sebesar ini luput dari pantauan.

Maka pertanyaan publik pun mengeras: di mana aparat penegak hukum di Karangasem? Apakah penegakan hukum kalah oleh kepentingan ekonomi sesaat?

Ancaman Serius bagi Lingkungan dan Warga

Kerusakan Tukad Linggah bukan sekadar persoalan lingkungan hari ini. Dampaknya bersifat jangka panjang dan berpotensi menimbulkan bencana serius, antara lain:

  • Ancaman banjir dan longsor akibat rusaknya daerah aliran sungai (DAS),
  • Hilangnya sumber air dan ekosistem sungai,
  • Rusaknya bentang alam yang menjadi penyangga desa serta kawasan wisata Tulamben,
  • Beban ekologis berat yang kelak harus ditanggung generasi mendatang.

Ironisnya, keuntungan dari aktivitas tambang tersebut diduga hanya dinikmati segelintir pihak. Sementara kerugiannya diwariskan kepada masyarakat luas. Ketika sungai rusak dan bencana datang, bukan para penambang yang pertama merasakan dampaknya, melainkan warga kecil yang hidup di sekitarnya.

Berdasarkan temuan dan keluhan masyarakat, terdapat sejumlah dugaan pelanggaran hukum serius, antara lain:

1. Dugaan Penambangan Galian C Ilegal
Pelanggaran berupa penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP) dan tanpa persetujuan lingkungan.
Dasar hukum:

  • Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara
  • Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

2. Dugaan Perusakan Lingkungan Hidup
Perusakan ekosistem sungai dan daerah aliran sungai (DAS).
Dasar hukum:

  • Pasal 98 dan Pasal 99 UU Lingkungan Hidup
    Ancaman pidana penjara dan denda hingga miliaran rupiah.

3. Dugaan Pembiaran oleh Oknum Aparat
Penyalahgunaan wewenang atau kelalaian dalam penegakan hukum.
Dasar hukum:

  • Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat
  • Kode Etik Profesi masing-masing institusi APH
    Sanksi dapat berupa hukuman disiplin berat, sanksi etik, hingga pidana jika terbukti ada unsur suap atau pembiaran berbayar.

4. Dugaan Kerugian Negara dan Masyarakat
Hilangnya potensi penerimaan negara dan daerah dari pajak serta retribusi tambang.
Dasar hukum:

  • Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), jika ditemukan aliran dana ilegal atau setoran tertentu.

Viralnya video yang diunggah Wayan Sukanyar seharusnya menjadi alarm keras bagi pemerintah daerah, aparat penegak hukum, serta instansi pengawas lingkungan hidup. Diamnya negara dalam situasi seperti ini hanya akan memperkuat kecurigaan publik bahwa hukum tidak lagi berdiri di atas keadilan, melainkan tunduk pada kepentingan tertentu.

Kerusakan Tukad Linggah adalah cermin kegagalan pengawasan. Alam memang tidak bisa bersuara di ruang sidang, tetapi kini ia “berbicara” melalui video viral dan kesedihan warganya.

Publik Karangasem dan Bali menanti langkah tegas:

  • Menghentikan seluruh aktivitas tambang ilegal,
  • Mengaudit perizinan dan alur distribusi material,
  • Mengusut dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum,
  • Melakukan pemulihan lingkungan yang telah dirusak.

Karena ketika alam sudah benar-benar hancur,
tak ada hukum, jabatan, atau kekuasaan yang mampu menggantikannya.

 

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *