Cileungsi – Sehubungan dengan pemberitaan di satu-dua media mengenai dugaan pencemaran air sungai Cileungsi oleh sebuah pabrik industri kecil di wilayah Cileungsi, dengan ini disampaikan klarifikasi resmi agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar, seimbang, dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Klarifikasi ini juga sekaligus sebagai bentuk Hak Jawab dari pihak PT. CSJ Wanaherang, perusahaan makanan yang dituduh mencemari sungai.
Demikian disampaikan kuasa hukum PT. CSJ Wanaherang, Advokat Jurika Fratiwi, S.H., M.H., kepada media ini, Jumat, 26 September 2025. Dia juga menjelaskan bahwa perusahaan itu baru beroperasi, masih dalam penyiapan segala sesuatunya, termasuk sistem penanganan dan antisipasi persoalan yang bisa muncul setiap saat.
“Perusahaan ini masih dalam tahap penataan dan belum beroperasi penuh secara rutin. Pada saat kejadian, wilayah tersebut mengalami mati listrik selama dua hari, sehingga Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tidak berfungsi,” ungkap Jurika Fratiwi, Jumat, 26 September 2025.
Tanpa pengetahuan teknis, tambahnya, seorang karyawan office boy yang bertugas mencuci peralatan kemudian membuang air cucian ke saluran got. Kondisi itu diperburuk karena bak penampungan dalam keadaan rusak, sehingga air langsung masuk ke aliran kecil di sekitar area.
*Jenis Limbah yang Terbuang*
Pihak perusahaan menyampaikan bahwa air yang terbuang bukanlah limbah berbahaya seperti yang ramai diberitakan. “Berita itu jelas menyesatkan. Ini bukan limbah B3, ini bekas cucian bahan makanan untuk manusia. Juga soal kepekatan cairan limbah, itu sangat berlebihan. Volume bahan yang terbuang hanya sedikit,” tambah pengurus DPN Koalisi Kawali Indonesia Lestari (KAWALI) bidang Hukum itu.
Limbah yang terjadi hanyalah air cucian peralatan/cucian rumah tangga yang sifatnya organik, yang masuk kategori limbah domestik (non-B3), bukan limbah industri berbahaya. Oleh karena itu, pemberitaan yang menyebut adanya “limbah berbahaya” adalah terlalu dilebih-lebihkan dan menyesatkan.
*Respon Pemerintah Daerah*
Persoalan tersebut telah ditangani langsung oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bogor sesuai kewenangan yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Secara Khusus pada Pasal 71–82 UU PPLH, yang mengatur tentang pembinaan, pengawasan, dan sanksi administratif.
Tahapan yang ditempuh Pemerintah Daerah ke PT. CSJ adalah melakukan pemeriksaan lapangan yang telah dilaksanakan oleh DLH Kabupaten Bogor. Dari pantauan lapangan, Dinas DLH telah memberikan teguran administratif berupa surat peringatan.
*IPAL dan Sistem Pembuangan Limbah*
Dinas DLH juga memberikan pendampingan teknis agar pengolahan limbah perusahaan memenuhi baku mutu lingkungan. Langkah-langkah ini merupakan prosedur resmi dan sah, sehingga persoalan dianggap dalam penanganan instansi berwenang.
*Klarifikasi terhadap Pemberitaan*
Kuasa hukum PT. CSJ juga menyampaikan kekecewaannya terhadap pemberitaan yang dinilainya sangat tendensius dan bersifat fitnah tanpa data dan informasi akurat. Kesalahan terjadi tanpa kesengajaan sama sekali, juga hanya berlangsung satu kali, dilakukan oleh office boy yang tidak mengerti bahwa tindakannya itu akan menimbulkan akibat yang tidak diinginkan, dan masalah itu segera ditangani perusahaan sesuai arahan DLH.
“Pada intinya adalah pemberitaan di media yang menuduh adanya limbah berbahaya adalah tidak akurat dan menyesatkan, karena hanya melibatkan air cucian peralatan alias limbah domestik, bukan limbah berbahaya atau B3,” tegas Advokat Jurika Fratiwi.
Padahal sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik, masih menurut Jurika Fratiwi, wartawan wajib menyajikan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. “Kami menyayangkan adanya tulisan yang cenderung menghakimi dan men-judge perusahaan kecil layaknya pelaku kejahatan besar, padahal kasus sudah dalam penanganan DLH,” katanya menyesalkan pemberitaan media.
Pihak perusahaan menghargai peran organisasi masyarakat dan media dalam melakukan kontrol sosial. Namun demikian, tidak ada pihak di luar instansi berwenang yang berhak memberikan sanksi atau menekan perusahaan.
“Sikap dan tindakan pemerasan atau intimidasi oleh oknum organisasi maupun media terhadap perusahaan dan atau pihak tertentu adalah tindak pidana, melanggar Pasal 368/369 KUHP. Kami meminta aparat kecamatan dan pemerintah daerah turut menertibkan oknum-oknum yang berperilaku seolah-olah penegak hukum,” tutur Ketua LBH IWAPI ini.
Negara kita tidak akan maju jika industri kecil diperlakukan seperti teroris. Saat ekonomi sulit dan pengangguran tinggi, industri justru perlu didukung agar mampu tumbuh, menyerap tenaga kerja, dan mengentaskan kemiskinan. Pemerintah sudah punya mekanisme hukum dan kita harus menghormati itu. Jangan ada lagi oknum yang menakut-nakuti pengusaha kecil dengan cara-cara di luar hukum. Padahal iklim usaha yang kondusif adalah kunci agar industri tumbuh, tenaga kerja terserap, dan Indonesia semakin makmur. (TIM/Red)