Pasuruan – Kasus dugaan penganiayaan terhadap wartawati Ilmiatun Nafia, warga Desa Kedawung Wetan, Kecamatan Grati, Kabupaten Pasuruan, kembali mencuat setelah sempat dicabut pada 18 Maret 2025. Kini, Ilmia menempuh jalur hukum lebih luas dengan melapor ke Propam Polda Jawa Timur, Seksi Propam Polres Pasuruan Kota, dan Badan Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Pasuruan (BPPKB) untuk memastikan proses hukum berjalan adil dan transparan.
Kasus bermula pada 14 Maret 2025, saat Ilmia diduga mengalami penganiayaan oleh seorang perempuan di area parkir Polres Pasuruan Kota. Insiden itu disaksikan dua anggota kepolisian yang langsung melerai, serta warga sekitar.
Setelah sempat mencabut laporan karena tekanan dari berbagai pihak, Ilmia memutuskan untuk melanjutkan proses hukum setelah merasa dirugikan secara moral dan sosial. Pada 21 September 2025, ia melaporkan kasusnya ke BPPKB Pasuruan, yang kemudian mendampinginya ke Polres Pasuruan Kota untuk klarifikasi terkait pencabutan laporan.
Dalam komunikasi WhatsApp dengan petugas PPA, terungkap bahwa laporan Ilmia juga diteruskan ke Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI. Petugas PPA meminta data identitas pelaku dan bukti pendukung untuk memperkuat laporan.
“Nggeh mbak, saya proses ke pelaporan kementrian,” tulis petugas PPA pada 22 September 2025 pukul 10.29 WIB.
Selain penganiayaan fisik, laporan Ilmia juga mencakup dugaan pelecehan seksual dan pencemaran nama baik. Ia sebelumnya telah mengajukan Pengaduan Masyarakat (Dumas) ke Polda Jawa Timur pada 8 September 2025 terkait dugaan ketidakprofesionalan penyidik. Laporan itu ditindaklanjuti pada 16 Oktober 2025 dengan agenda klarifikasi ke Bagian Wasidik.
Ilmia juga menyoroti dugaan perundungan (bullying) di grup WhatsApp internal “Admin Polres Pasuruan Kota,” di mana nama dan reputasinya dicemarkan.
“Nama saya dicemarkan, dan saya dirundung di grup internal. Ini bukan sekadar masalah pribadi, tapi bentuk pelecehan terhadap martabat saya,” ujar Ilmia.
Ia menuntut: penindakan tegas terhadap oknum aparat yang tidak profesional, perlindungan hukum dan psikologis bagi korban, pengusutan dugaan perundungan di grup WhatsApp, proses hukum yang transparan, serta komitmen aparat dalam melindungi kebebasan pers.
“Saya tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Ini bukan hanya tentang saya, tapi tentang bagaimana negara melindungi korban kekerasan,” tegas Ilmia.
Hingga kini, belum ada Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang diterbitkan. Ilmia telah menyerahkan rekaman, bukti percakapan grup WhatsApp, dan data pendukung lainnya ke pihak kepolisian.
Kepala Seksi Propam Polres Pasuruan Kota memastikan seluruh bukti dan saksi akan diperiksa, termasuk dugaan bullying di grup internal, agar proses hukum berjalan transparan dan profesional.
“Semua laporan akan diproses sesuai ketentuan. Kami menghargai hak korban dan memastikan prosedur internal maupun hukum dijalankan,” ujarnya.
Publik kini menanti langkah tegas dari Polda Jawa Timur, Propam Polri, dan Seksi Propam Polres Pasuruan Kota untuk memastikan kasus ini ditangani profesional, transparan, dan berpihak pada keadilan.