MBG untuk Anak Sekolah, MBG bagi Masa Depan

Berita Istana
8 Min Read

_Oleh: Wilson Lalengke_

Jakarta – Salah satu alasan bagi saya memilih Prabowo dalam Pilpres 2024 lalu adalah program Makan Bergizi Gratis (MBG) bagi anak sekolah. Mengapa? Karena saya punya pengalaman melaksanakan program ‘MBG’ kecil-kecilan tahun 2001 di Pekanbaru, Riau. Bentuk programnya adalah pemberian makanan tambahan bagi bayi di bawah usia 2 tahun, dari keluarga kurang mampu yang banyak tersebar di pinggiran kota.

Program ini sangat sederhana, yang sebenarnya saya malu menceritakannya, sebab volumenya teramat kecil. Dengan dukungan dana yang dikumpulkan dari kawan-kawan alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad-21 (Kappija-21) Riau, saya setiap Senin mengunjungi beberapa puskemas sasaran untuk membagikan bahan makanan tambahan bagi bayi-bayi, yang isinya terdiri dari biscuit, susu bayi, dan telur ayam. Program ini berjalan hampir setahun.

Sambil membagikan makanan tambahan, saya mendengarkan penjelasan dan informasi terkait perkembangan bayi-bayi penerima manfaat dari petugas puskemas. Berdasarkan data perkembangan bayi yang disodorkan dapat dilihat peningkatan bobot atau berat bayi, ukuran tinggi badan, kesehatan, dan tingkat kelincahan gerakan mereka. Saya juga sering mendengarkan cerita ibu-ibu pemilik bayi tentang respon mereka atas program kecil ini, yang pada umumnya menyambut positif, maklum karena mereka semua adalah warga kurang mampu.

Di ruang kelas di seluruh dunia, kelaparan tetap menjadi hambatan tersembunyi dalam pembelajaran. Bagi ratusan juta anak, janji makanan bergizi gratis di sekolah lebih dari sekadar sepiring makanan. Program Makan Bergizi Gratis (MBG) sesungguhnya merupakan penyelamat menuju kesehatan yang lebih baik, konsentrasi yang lebih fokus, dan masa depan yang lebih cerah. MBG hakekatnya adalah masa depan.

Seiring usaha Pemerintah meningkatkan implementasi program MBG di Indonesia, urgensi upaya dan tantangan yang dihadapinya layak mendapat perhatian segera. Ada beberapa poin utama yang harus menjadi perhatian masyarakat dalam menelaah pentingnya MBG bagi generasi usia sekolah, termasuk bayi, ibu hamil dan ibu menyusui di negeri ini.

Menurut survei Global Child Nutrition Foundation tahun 2024 (https://gcnf.org/global-reports/), diketahui bahwa tidak kurang dari 142 negara menerapkan program MBG. Survey itu juga melaporkan adanya 207 lembaga pendidikan berskala besar yang melaksanakan program MBG bagi peserta didiknya.

Masih berdasarkan hasil survey yang sama, diketahui bahwa 41% siswa sekolah dasar di seluruh dunia menerima makanan gratis atau bersubsidi setiap hari. Di negara-negara dengan program pemberian makanan di sekolah yang konsisten, tingkat kehadiran siswanya meningkat hingga 9% dari biasanya, dan hasil belajar meningkat 20–30% dalam literasi (membaca) dan numerasi (berhitung). Selain itu, Program MBG yang bersumber dari bahan makanan lokal menghasilkan peningkatan ekonomi rata-rata sebesar 1,6–2,0; yang artinya setiap rupiah yang dibelanjakan untuk MBG dapat menghasilkan hingga dua kali lipat dalam kegiatan ekonomi lokal.

Bagi Indonesia, Program MBG diyakini dapat memerangi malnutrisi dan stunting yang masih tinggi. Lebih dari 40 persen anak Indonesia bersekolah dalam keadaan lapar, dan hanya 10% yang secara teratur mengonsumsi sarapan seimbang. Program seperti MBG secara langsung mengatasi kesenjangan ini.

Program MBG juga dapat meningkatkan prestasi akademik. Studi menunjukkan peningkatan signifikan dalam konsentrasi dan fungsi kognitif di antara siswa yang menerima makanan bergizi. Lebih daripada itu, Prorgam stategis Presiden Prabowo Subianto ini telah mendorong kesetaraan sosial. Akses universal terhadap makanan mengurangi stigma dan memastikan tidak ada anak yang tertinggal akibat kesulitan ekonomi.

Sebagaimana disampaikan oleh berbagai pihak, Program MBG secara langsung berdampak pada peningkatan ekonomi lokal. Ketika makanan bersumber dari bahan pangan lokal di daerah-daerah penerima manfaat MBG, program akan merangsang produksi pertanian, peternakan, dan perikanan. Tidak kalah pentingnya juga, Program MBG menciptakan lebih dari 1 juta lapangan kerja, terutama bagi perempuan.

Untuk memaksimalkan dampak dari Program MBG, berbagai pihak merekomendasikan beberapa usulan penting. Pertama, para pengelola MBG perlu menyesuaikan pola penyajian makanan dengan mempertimbangkan keragaman menu dan relevansi budaya. Tawarkan makanan yang bervariasi dan sesuai budaya untuk meningkatkan penerimaan siswa dan mengurangi pemborosan. Atur resep sedemikian rupa untuk meningkatkan cita rasa dan nilai gizi tanpa bergantung pada makanan olahan pabrik.

Kedua, Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai leading sector pelaksana Program MBG sangat perlu memberikan edukasi gizi kepada semua pihak, termasuk anak-anak, orang tua, dan masyarakat umum. Integrasikan literasi pangan ke dalam kurikulum untuk membantu anak-anak dan keluarga membuat pilihan yang lebih sehat. Kita juga perlu mendorong keterlibatan orang tua untuk memperkuat kebiasaan sehat seluruh anggota keluarga di rumah.

Ketiga, setiap satuan pengelola MBG, dalam hal ini Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) disarankan untuk menjalin kerja sama kemitraan dengan berbagai komunitas di sekitarnya. SPPG perlu berkolaborasi dengan kelompok petani lokal, penyedia katering, dan dinas kesehatan untuk memastikan keberlanjutan dan kesegaran stok bahan pangan. SPPG juga mesti memberdayakan setiap sekolah untuk mengelola distribusi MBG kepada siswanya melalui pelatihan dan pengawasan yang tepat.

Salah satu persoalan yang umum ditemukan dalam Program MBG adalah keracunan makanan. Meskipun bermanfaat, distribusi makanan dalam skala besar mengandung risiko. Dari data terakhir, tidak kurang dari 5000-an siswa penerima manfaat MBG telah menjadi korban insiden keracunan makanan yang disediakan oleh puluhan SPPG di berbagai daerah.

Untuk mengatasi masalah tersebut, para pihak terkait mendesak agar dilakukan reformasi segera terhadap Program MBG melalui berbagai langkah strategis. Pertama, BGN dan seluruh unit pelaksana teknis MBG perlu menerapkan protokol kebersihan yang ketat. MBG harus menegakkan standar keamanan pangan di setiap tahapan, mulai dari pengadaan hingga penyajian. BGN bekerja sama dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) wajib melaksanakan inspeksi rutin terhadap dapur, peralatan, dan penjamah makanan.

Kedua, setiap SPPG harus disiplin dalam hal kontrol suhu makanan dan waktu penyajian. Petugas perlu selalu memastikan makanan dimasak hingga matang dan disimpan pada suhu aman. Juga, perlu pembatasan waktu antara persiapan dan konsumsi makanan untuk mengurangi pertumbuhan bakteri.

Ketiga, BGN perlu memperketat sistem pemantauan dan akuntabilitas yang transparan. Lembaga tersebut harus menetapkan prosesdur dan mekanisme dalam melacak dan merespons insiden keamanan pangan. BGN juga dituntut untuk tegas menghentikan operasional pada SPPG yang melakukan pelanggaran yang mengakibatkan keracunan makanan pada penerima manfaat, walaupun dalam jumlah yang sangat kecil.

Program makanan bergizi gratis bukan hanya inisiatif pemerintah, program ini harus dipandang sebagai komitmen rakyat Indonesia untuk membina generasi mendatang. Pemerintah Indonesia menargetkan melayani lebih dari 82,9 juta anak pada tahun-tahun mendatang, dunia mengamati dengan saksama. Karena ketika anak-anak mendapatkan gizi yang baik, mereka tidak hanya lebih sehat, mereka juga siap untuk belajar, bertumbuh, dan menjadi memimpin dunia masa depan. (*)

_Penulis adalah Alumni Program Persahabatan Indonesia-Jepang Abad-21 pada tahun 2000_

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *