Caption: Kades Nogosari Sunariyah bersama tokoh masyarakat dan BPD mendatangi satu per satu warkop berbasis karaoke di area Ruko Meiko untuk meminta penutupan usaha. Warga juga memasang banner bertuliskan penutupan warkop di sejumlah titik.
Pasuruan – Kemarahan warga Desa Nogosari, Kecamatan Pandaan, Kabupaten Pasuruan, akhirnya memuncak. Sejumlah warga bersama Pemerintah Desa (Pemdes) Nogosari, didukung tokoh masyarakat dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD), mendatangi satu per satu warung kopi (warkop) berbasis karaoke di kawasan Ruko Meiko untuk melakukan penutupan paksa, Rabu (17/12/2025).
Tak hanya mendatangi lokasi usaha, warga juga memasang sejumlah banner bertuliskan penolakan dan penutupan warkop berbasis karaoke di beberapa titik strategis di area Ruko Meiko. Aksi tersebut mendapat pengamanan dari unsur Kepolisian dan Satpol PP Kabupaten Pasuruan.
Kepala Desa Nogosari, Sunariyah, menegaskan bahwa penutupan tersebut merupakan hasil kesepakatan bersama warga. Ia menyatakan, seluruh warkop berbasis karaoke di wilayah Desa Nogosari harus menghentikan operasionalnya.
“Atas nama warga Nogosari, hari ini semua warkop berbasis karaoke di wilayah ini harus tutup. Kami minta kerja sama pemilik usaha untuk menutup sendiri,” ujar Sunariyah di sela-sela kegiatan penutupan.
Menurutnya, warga tidak mempermasalahkan usaha warung kopi selama tidak disertai fasilitas karaoke, room tertutup, maupun keberadaan LC.
“Silakan saja membuka usaha warkop, tetapi tidak ada fasilitas room dan LC. Keberadaan warkop berbasis karaoke secara tegas ditolak oleh warga Nogosari,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Mulyanto, anggota BPD Desa Nogosari. Ia menegaskan bahwa keputusan penutupan bersifat permanen dan tidak bisa ditawar.
“Sudah tidak ada tawar-menawar. Warkop berbasis karaoke harus tutup permanen,” kata Mulyanto.
Ia menilai, aktivitas warkop karaoke tersebut telah menimbulkan keresahan dan mengganggu ketentraman lingkungan warga sekitar. Bahkan, ia menyatakan warga siap bertindak jika tidak ada ketegasan dari aparat.
“Kalau Satpol PP dan kepolisian tidak menutup, biar warga sendiri yang melakukan penutupan secara paksa,” tegasnya.
Dengan logat Jawa, Mulyanto menambahkan, “Di umbar-umbar malah sak enak e dhewe. Desa Nogosari lingkungane gak gelem digawe tempat hiburan malam.”
Mulyanto juga mengkritik lemahnya penegakan peraturan daerah oleh Satpol PP Kabupaten Pasuruan. Menurutnya, meskipun tidak ada perda khusus hiburan malam, aktivitas yang diduga mengarah pada maksiat dan mengganggu ketertiban umum seharusnya tetap ditindak.
“Jangan berdalih tidak ada perda hiburan malam, tapi tempat-tempat yang meresahkan masyarakat justru dibiarkan,” ujarnya.
Sementara itu, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Satpol PP Kabupaten Pasuruan, Muarif, menegaskan bahwa kehadiran pihaknya di lokasi hanya sebatas memenuhi undangan dari pemerintah desa.
“Kami di sini hanya sebatas undangan dari Pemdes Nogosari, bukan melakukan penutupan warkop berbasis karaoke,” jelasnya.
Ia menyebutkan, pihak Satpol PP tidak dapat melakukan penutupan karena belum adanya perda yang secara khusus mengatur hiburan malam. Namun demikian, pihaknya tetap melakukan pengamanan bersama aparat kepolisian.
“Kalau warga yang melakukan penutupan, itu tidak ada masalah. Kami dan kepolisian hanya melakukan backup pengamanan,” imbuhnya.
Pantauan di lokasi menunjukkan sejumlah aparat kepolisian dan Satpol PP berjaga selama proses penutupan berlangsung. Perangkat desa bersama warga, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan BPD mendatangi satu per satu warkop berbasis karaoke dan meminta pemilik atau penjaga usaha menghentikan seluruh aktivitas.
Meski sempat terjadi ketegangan, seluruh pemilik warkop berbasis karaoke di area Ruko Meiko akhirnya menutup usahanya.
(dik/Ek)