Semarang, 30 Juli 2025 — Wanda, warga Sembungharjo, Kecamatan Genuk, Kabupaten Semarang, mengaku kecewa berat atas pelayanan yang diterimanya di Pegadaian Syariah Majapahit, yang berlokasi di Jalan Brigjen Sudiarto No. 462 D, Pedurungan Tengah, Semarang. Kekecewaan tersebut bermula ketika Wanda hendak mengambil perhiasan berupa kalung dan liontin miliknya yang sebelumnya digadaikan, namun mendapati liontin huruf “W” kehilangan satu mata (hiasan batu mulia).
Kepada awak media Berita Istana, Wanda menjelaskan bahwa kejadian tersebut terjadi pada Selasa, 30 Juli 2025 sekitar pukul 12.30 WIB. Saat itu, dirinya langsung melaporkan kehilangan bagian liontin tersebut kepada staf pegadaian, namun tidak mendapat respon memuaskan. “Saya malah disuruh menunggu karena Bu Windi (kepala cabang) sedang makan siang. Saya menunggu hampir satu jam, tapi beliau tidak juga keluar menemui saya,” ujarnya dengan nada kecewa.
Wanda menyatakan bahwa staf pegadaian terlihat tidak sigap menyelesaikan masalah. Ia bahkan telah mengusulkan solusi untuk menghubungi Toko Emas Bagong, tempat ia membeli perhiasan tersebut, guna mengetahui biaya penggantian satu mata liontin. Namun, staf justru dianggap berbelit-belit.
“Saya sampai harus meninggikan suara dulu baru ditanggapi. Setelah menunggu berjam-jam, barulah pihak pegadaian menghubungi toko emas. Mereka kasih pilihan, saya disuruh ke toko sendiri atau mereka yang ke sana. Saya jawab, kenapa saya yang harus repot?” jelas Wanda.
Tak lama setelah keluar dari lokasi, Wanda menerima pesan WhatsApp bahwa kalungnya sudah bisa diambil. Namun ketika ia kembali dan menerima kalung tersebut, mata liontin yang dipasang tidak sesuai dengan aslinya, membuat kecurigaannya terbukti.
“Saya langsung ke Toko Emas Bagong untuk memastikan. Ternyata benar, mata liontin yang dipasang tidak sama. Saya merasa ditipu oleh pihak pegadaian,” tegasnya.
Lebih menyakitkan lagi, menurut pengakuannya, tidak ada satu pun staf yang meminta maaf secara langsung, bahkan sulit dimintai nomor kontak untuk keperluan konfirmasi ulang terkait barang yang digadai. Sosok Bu Windi, kepala cabang yang sempat ditunggu sejak awal, pun tak kunjung muncul sampai Wanda hendak meninggalkan lokasi. Ironisnya, saat Wanda kembali karena ada barang yang tertinggal, baru saat itulah ia bertemu dengan Bu Windi.
Pertemuan Lanjutan dan Arogansi Kepala Cabang,empat hari setelah kejadian, pada Senin, 4 Agustus 2025, Wanda bersama Vio Sari, Kepala Perwakilan (Kaperwil) Berita Istana, mendatangi kembali Pegadaian Syariah Majapahit untuk meminta penjelasan. Namun, pertemuan tersebut justru memanas.
Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh manajer dan kepala cabang salah satu instansi keuangan, seorang nasabah bernama Wanda mengungkapkan kekecewaannya atas perlakuan yang diterimanya.
Wanda mengapresiasi sikap manajer yang dinilainya baik, lemah lembut, dan kooperatif selama proses komunikasi berlangsung. Namun, pujian tersebut tak berlaku bagi kepala cabang yang hadir dalam pertemuan tersebut. Menurut Wanda, kepala cabang justru menunjukkan sikap tidak menyenangkan dan tidak profesional.
“Sangat disayangkan, kepala cabangnya bersikap tidak sopan, matanya melotot seolah ingin mengintimidasi. Tanpa seizin saya, dia bahkan merekam dan mengambil video. Sikapnya benar-benar tidak pantas terhadap nasabah,” tegas Wanda.
Ia juga menyebut bahwa tindakan kepala cabang tersebut membuat suasana pertemuan menjadi tidak nyaman. Alih-alih menyelesaikan masalah, sikap tidak profesional yang ditunjukkan justru memperkeruh keadaan.
Wanda berharap pihak instansi dapat segera melakukan evaluasi terhadap etika pelayanan kepala cabang tersebut demi menjaga kredibilitas lembaga dan kenyamanan para nasabah lainnya.
Menurut Wanda, Pegadaian harus bertanggung jawab penuh atas kerusakan perhiasan yang terjadi saat barang dalam penguasaan mereka. “Saat saya gadaikan kalung dan liontin, kondisinya bagus dan lengkap. Tapi saat diambil, satu bagian liontin hilang,” tambahnya.
Wanda Desak Tanggung Jawab dan Evaluasi Pegadaian, atas kejadian ini, Wanda mendesak Pegadaian Syariah Majapahit dan pihak berwenang untuk segera melakukan evaluasi pelayanan, terutama terhadap kinerja kepala cabang. Ia berharap agar tidak ada nasabah lain yang mengalami hal serupa.
“Saya tidak mempermasalahkan nilai nominalnya, tapi ini soal tanggung jawab dan etika pelayanan terhadap nasabah,” pungkas Wanda.
Redaksi: Berita Istana
Reporter: Vio Sari – Kaperwil Jateng