Seram! Limbah Slek Es Cream PT AICE di Ngoro Industrial Park Diduga Diolah Jadi Es Krim oleh Oknum

Berita Istana
7 Min Read

Mojokerto – Dugaan pencemaran lingkungan oleh PT AICE kembali mencuat dan kini disertai temuan mengejutkan. Berdasarkan hasil investigasi warga bersama tim media, limbah slek dari pabrik yang berlokasi di Ngoro Industrial Park (NIP), Kavling D3B, Kutogirang, Mojokerto, diduga tidak hanya mencemari lingkungan tetapi juga diolah ulang menjadi es krim oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Limbah untuk Pakan Ternak, Ternyata Dibuat Es Krim : Informasi yang dihimpun menyebutkan, seorang warga yang mengambil limbah slek dari PT AICE berdalih akan memanfaatkannya sebagai pakan ternak bebek. Namun, setelah dilakukan pengecekan oleh tim investigasi, di lokasi milik warga tersebut tidak ditemukan adanya ternak bebek. Sebaliknya, ditemukan indikasi kuat bahwa limbah tersebut diolah kembali menjadi es krim dengan merek berbeda.

Temuan ini menimbulkan keresahan besar di masyarakat, karena selain mencemari lingkungan, praktik ini berpotensi membahayakan kesehatan publik.

Sebelumnya, permasalahan limbah PT AICE telah lebih dulu viral di platform TikTok melalui akun Mata Jatim. Video yang beredar memperlihatkan limbah cair meluber dari bak kontrol pabrik, mengalir ke jalan, masuk ke got, dan diteruskan ke saluran air menuju sungai serta area persawahan.

Masyarakat sekitar khawatir limbah tersebut meresap ke sumur warga dan memicu berbagai penyakit, mulai dari gangguan kulit, alergi, hingga potensi penyakit serius seperti kanker.

Fakta di Lapangan: Dugaan Kelalaian Pengelolaan Limbah, berdasarkan pengamatan tim investigasi, aliran limbah yang seharusnya dikelola melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) justru terlihat mencemari lingkungan sekitar. Temuan ini mengindikasikan adanya kelalaian serius atau bahkan kesengajaan dalam pengelolaan limbah.

Selain itu, tim menemukan praktik pembuangan cairan “slek” atau residu es krim dari PT AICE di lokasi lain di wilayah Mojosari. Informasi ini diperkuat oleh surat bermeterai yang ditandatangani HRD PT AICE, Andreas, yang menyatakan limbah tersebut non-B3. Namun, indikasi di lapangan mengarah pada kemungkinan limbah tergolong Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), yang seharusnya dikelola sesuai regulasi ketat.

Mengacu pada Pasal 60 jo. Pasal 104 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), dumping limbah tanpa izin merupakan tindak pidana dengan ancaman hukuman penjara hingga 3 tahun dan denda maksimal Rp3 miliar.

“Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.”

Jika terbukti benar, tindakan ini dapat berujung sanksi pidana dan administratif yang serius.

Media Berita Istana Negara (BIN) bersama tim hukum yang dikoordinasikan oleh Dedy Afriandi Nusbar akan melaporkan kasus ini ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), serta Direktorat Jenderal GAKUM. Seluruh bukti, termasuk video, foto, dan laporan pengaduan masyarakat, telah diamankan untuk diserahkan kepada pihak berwenang.

Kasus ini menjadi perhatian serius karena menyangkut keselamatan publik dan kesehatan lingkungan. Masyarakat mendesak pemerintah daerah dan aparat penegak hukum segera turun tangan, melakukan investigasi menyeluruh, dan menindak tegas jika terbukti terjadi pelanggaran.

Allegations of environmental pollution involving PT AICE have resurfaced, this time accompanied by alarming findings. According to investigations conducted by local residents and media teams, sludge waste from the factory located in Ngoro Industrial Park (NIP), Kavling D3B, Kutogirang, Mojokerto, is suspected not only of polluting the environment but also of being illegally reprocessed into ice cream by unscrupulous individuals.

From Animal Feed to Ice Cream?
Information gathered indicates that a resident who collected the sludge waste from PT AICE initially claimed it would be used as duck feed. However, upon further inspection by the investigative team, no ducks were found at the resident’s location. Instead, strong indications emerged that the waste was being reprocessed into ice cream under a different brand.

This revelation has sparked public outrage, as the practice poses both environmental and public health risks.

Previous Viral Incident
Earlier, PT AICE’s waste issue went viral on TikTok through the account “Mata Jatim.” The video showed wastewater overflowing from the factory’s control tank, running onto the streets, flowing into drains, and eventually entering rivers and rice fields.

Local residents fear the waste could seep into groundwater wells, potentially causing health problems ranging from skin irritation and allergies to more severe illnesses such as cancer.

On-Site Findings: Alleged Negligence in Waste Management
Investigators observed that the waste stream, which should have been processed through a Wastewater Treatment Plant (WWTP), appeared to be contaminating the surrounding environment. This suggests serious negligence—or possibly deliberate misconduct—in handling the waste.

Additionally, the team discovered instances of PT AICE’s sludge being dumped at other locations in Mojosari. Supporting documents include a stamped letter signed by PT AICE’s HR representative, Andreas, declaring the waste as non-hazardous (non-B3). However, field evidence raises concerns that the waste might actually fall under the category of Hazardous and Toxic Substances (B3), which requires strict regulatory management.

Legal Context and Potential Penalties
Under Article 60 in conjunction with Article 104 of Law No. 32 of 2009 on Environmental Protection and Management (UU PPLH), dumping waste without a permit constitutes a criminal offense, carrying penalties of up to three years’ imprisonment and fines of up to IDR 3 billion.

“No person shall dump waste and/or materials into the environment without a permit.”

If proven true, these actions could lead to severe criminal and administrative sanctions.

Legal Action Underway
Berita Istana Negara (BIN), along with a legal team coordinated by Dedy Afriandi Nusbar, plans to report the case to the Environmental Agency (DLH), the Ministry of Environment and Forestry (KLHK), and the Directorate General of Law Enforcement (GAKUM). All evidence, including videos, photographs, and community reports, has been secured for submission to the authorities.

This case has become a matter of grave concern, as it involves public safety and environmental health. Local communities are urging regional governments and law enforcement to take immediate action, conduct a thorough investigation, and impose strict penalties if violations are confirmed.

(Redaksi | Berita Istana Negara)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *