Dugaan Suap Rp500 Juta di Balik Kebakaran DPRD Badung Bali: Aroma Transaksi Gelap Demi Membuka Police Line

Berita Istana
3 Min Read

BADUNG — Kebakaran di basement Gedung DPRD Kabupaten Badung pada 16 April 2025 seharusnya menjadi peristiwa teknis yang ditangani secara prosedural dan transparan. Namun, insiden yang semula disebut dipicu oleh ledakan genset itu kini berubah menjadi isu besar yang menyeret nama pejabat publik dan oknum aparat penegak hukum. Bukan hanya soal api yang membakar gedung, tetapi dugaan praktik suap yang berpotensi mencederai integritas lembaga negara.

Kebakaran terjadi sekitar pukul 18.15 Wita, memicu kepanikan dan menarik perhatian publik. Petugas pemadam kebakaran Badung bergerak cepat memadamkan api, sementara aparat kepolisian memasang garis polisi di area basement untuk mengamankan Tempat Kejadian Perkara (TKP). Pada tahap awal, seluruh rangkaian penanganan tampak berjalan sesuai prosedur.

Namun memasuki Mei 2025, situasi berubah drastis. Kabar yang beredar di masyarakat menyebutkan bahwa pembukaan police line yang seharusnya menunggu hasil penyelidikan mendalam, diduga dipercepat melalui “atensi” berupa uang dalam jumlah besar.

Beberapa informasi yang berkembang di lingkungan Badung menyebutkan dugaan bahwa ketua DPRD Badung memberikan dana sekitar Rp500 juta kepada oknum di Unit Reskrim Polres Badung. Tujuan dugaan pemberian tersebut diduga untuk mempercepat pembukaan police line yang menghalangi aktivitas gedung dan dianggap menghambat kegiatan legislatif.

Isu tidak berhenti di situ. Pada Juni 2025, mencuat pula kabar bahwa seluruh anggota DPRD Badung diisukan melakukan urunan Rp10 juta per orang, yang menurut sumber informal, diarahkan untuk tujuan serupa—yakni memastikan police line dibuka dan agar persoalan kebakaran tidak berkembang menjadi skandal politik yang lebih besar.

Meski seluruh informasi ini belum terbukti secara hukum, bobot isu yang beredar menimbulkan kekhawatiran publik. Jika dugaan tersebut benar, tindakan itu berpotensi memenuhi unsur tindak pidana suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Tipikor, yang ancaman hukumannya dapat mencapai 20 tahun penjara.

Perkara ini semakin rumit karena melibatkan pejabat daerah dan diduga menyeret aparat penegak hukum—dua entitas yang seharusnya menjadi pilar integritas dan transparansi. Publik menuntut proses penyelidikan yang terbuka, tidak tebang pilih, dan bebas dari intervensi politik.

Upaya konfirmasi yang dilakukan awak media kepada ketua DPRD Badung dan Kapolres Badung melalui pesan WhatsApp hingga berita ini diturunkan belum mendapatkan respons memadai. Sikap diam ini justru menambah tanda tanya besar di tengah publik yang menuntut kejelasan.

Situasi ini menunjukkan bahwa meski api kebakaran telah padam, bara dugaan korupsi tampaknya belum ikut padam. Masyarakat berharap aparat penegak hukum bergerak cepat dan lembaga antikorupsi turut turun tangan untuk mengurai simpul-simpul gelap di balik insiden yang semakin misterius ini.

Kini masyarakat Badung—bahkan Bali secara umum—menanti apakah kasus ini akan benar-benar diusut hingga tuntas, atau justru menjadi salah satu dari sekian banyak kisah kelam yang perlahan hilang ditelan waktu.

Sementara itu, Kapolres Badung Arif Batubara saat dikonfirmasi terkait dugaan suap pembukaan police line hingga berita ini ditulis belum memberikan keterangan.(*)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *