Sumenep – Ribuan guru honorer di Kabupaten Sumenep masih menghadapi ketidakpastian status kepegawaian mereka. Kondisi ini mendorong Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sumenep melakukan audiensi dengan Komisi IV DPRD Sumenep, Senin (16/9/2025).
Audiensi tersebut disambut langsung oleh Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumenep, Dr. Asy’ari Muthar, M.Fill. Dalam kesempatan itu, ia menegaskan bahwa pihaknya akan memperjuangkan nasib para guru honorer, terutama yang terancam kehilangan kesempatan menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
“Asumsinya jelas, kami di DPRD tidak akan tinggal diam melihat ketidakadilan dalam sistem seleksi PPPK. Kebijakan pusat yang hanya memprioritaskan guru honorer kategori THK2 telah menimbulkan keresahan, karena ribuan guru Non-K (non kategori) sama sekali tidak terakomodasi,” tegas Asy’ari.
Menurutnya, persoalan guru Non-K merupakan masalah serius yang harus segera diselesaikan baik di tingkat pusat maupun daerah. “Jika pusat tidak memberi solusi, maka daerah harus mencari jalan keluar. Tidak boleh dibiarkan berlarut-larut,” imbuhnya.
Selain itu, Asy’ari juga menyoroti kendala guru Pendidikan Agama Islam (PAI) non-sertifikasi yang ingin mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) namun terhambat biaya. Ia menekankan agar anggaran PPG bisa dimasukkan dalam APBD Perubahan 2025.
“Kalau hanya Rp172 juta untuk 215 peserta, itu bukan angka besar bagi pemerintah daerah. Kami akan memastikan hal ini dibahas agar para guru tidak terus dirugikan,” ujarnya.
Sementara itu, perwakilan Dinas Pendidikan Sumenep menyampaikan bahwa data guru honorer sudah diajukan ke Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKP SDM). Namun, hingga kini belum ada kepastian apakah semuanya otomatis masuk dalam sistem Badan Kepegawaian Negara (BKN).
Menanggapi hal itu, Asy’ari meminta Pemkab Sumenep tidak hanya menjadi perantara tanpa langkah konkret. “Tidak cukup hanya mengusulkan data. Pemerintah daerah harus aktif memastikan setiap guru honorer yang telah mengabdi mendapatkan haknya,” tandasnya.
Ia juga mengusulkan opsi agar daerah bisa mempertimbangkan skema pengangkatan PPPK paruh waktu dengan anggaran daerah apabila pusat tetap tidak memberi solusi. “Kalau pusat tidak memberi jalan keluar, daerah harus bertindak. Ini tanggung jawab bersama untuk memastikan para guru honorer mendapatkan kejelasan nasib,” pungkasnya.
Pernyataan tegas dari Asy’ari Muthar tersebut menjadi angin segar bagi ribuan guru honorer Sumenep yang selama ini merasa terpinggirkan. Kini, mereka menunggu langkah konkret pemerintah daerah untuk merealisasikan janji itu.
(AJ)