BOYOLALI | – Dunia pendidikan di Kabupaten Boyolali kembali tercoreng. Seorang siswi kelas I SD Negeri 1 Ampel diduga menjadi korban pelecehan seksual oleh dua teman sekelasnya. Ironisnya, peristiwa tersebut disebut-sebut diketahui guru kelas korban, namun hanya direspons dengan teguran tanpa pembinaan lebih lanjut.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, korban baru menceritakan kejadian itu kepada orang tuanya setelah mengeluh kesakitan di bagian vital. Korban mengaku alat vitalnya dipukul menggunakan gagang sapu dan penggaris oleh dua teman sekelasnya.
Meski pihak sekolah telah mengetahui insiden tersebut, hingga kini belum ada langkah pembinaan terhadap pelaku maupun pemberitahuan resmi kepada orang tua korban. Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada Kamis (4/9/2025), sejumlah guru di sekolah tersebut enggan memberikan keterangan.
Selain kasus dugaan pelecehan, SD Negeri 1 Ampel juga diterpa dugaan pungutan liar (pungli) terhadap wali murid. Pihak sekolah diduga memungut iuran dengan dalih “donasi”, “uang pengembangan”, dan pembelian Lembar Kerja Siswa (LKS) dengan nominal Rp150.000 hingga Rp310.000 per siswa. Berdasarkan perhitungan, total pungutan mencapai puluhan juta rupiah.
Sekolah beralasan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tidak mencukupi untuk pembiayaan kegiatan siswa. Namun, hasil penelusuran jurnalis ke Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Boyolali membantah alasan tersebut.
“Tidak ada pengajuan proposal dari SD Negeri 1 Ampel terkait pembangunan laboratorium komputer,” tegas Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Boyolali, Lasno, S.Pd, saat dikonfirmasi, Senin (4/8/2025).
Meski pihak sekolah mengklaim pungutan tersebut hasil kesepakatan rapat dengan komite dan wali murid, praktik tersebut jelas melanggar Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012. Regulasi itu menyatakan sumbangan pendidikan harus bersifat sukarela, tidak wajib, dan tidak boleh dipatok nominal maupun tenggat waktu tertentu.
Sejumlah orang tua murid mengaku terpaksa menyetujui pungutan itu karena khawatir berdampak pada pendidikan anak-anak mereka. Mereka mendesak Pemerintah Kabupaten Boyolali segera bertindak tegas menindak dugaan pungli tersebut.
Permendikbud 44/2012 juga menegaskan pembangunan fasilitas sekolah, mulai dari ruang kelas hingga laboratorium, adalah tanggung jawab pemerintah, bukan peserta didik atau orang tua. Sekolah semestinya mengajukan proposal resmi kepada pemerintah daerah melalui Dinas Pendidikan untuk kebutuhan anggaran tambahan.
Kasus dugaan pelecehan seksual terhadap siswi kelas I serta praktik pungutan liar di SD Negeri 1 Ampel kini menjadi sorotan publik. Penegak hukum dan dinas terkait diharapkan segera turun tangan untuk mengusut kasus ini secara transparan demi melindungi anak-anak dan menegakkan aturan pendidikan.(*)