Pasuruan — Seorang mahasiswi Universitas Terbuka (UT) Pandaan meninggal dunia setelah sebelumnya dirawat di RS Asih Abyakta Kepulungan, Kecamatan Gempol, Kabupaten Pasuruan. Orang tua korban, Eko Prayitno, yang juga merupakan Kepala Perwakilan Berita Istana Jawa Timur, menuding pihak rumah sakit mempersulit permintaan rujukan hingga anaknya menghembuskan napas terakhir akibat gagal napas.
Eko menjelaskan bahwa anaknya mulai mengeluh sesak napas pada pukul 20.00 WIB. Menyadari kondisi yang semakin memburuk, ia segera meminta agar anaknya dirujuk ke RSUD Bangil yang memiliki fasilitas lebih lengkap.
Lebih lanjut, Eko menjelaskan bahwa dirinya telah meminta rujukan sejak pukul 20.00 WIB hingga sekitar pukul 01.00 WIB, namun rujukan tersebut belum juga diberikan. “Akibat keterlambatan itu, anak saya akhirnya meninggal,” ujarnya.
“Anak saya dirawat di RS Abyakta. Saya minta rujukan ke RSUD Bangil. Tapi sebelum sempat dibawa ke sana, anak saya sudah meninggal karena gagal napas. RS Abyakta terlalu prosedural dan penanganannya kurang cepat terhadap pasien,” ungkap Eko dengan nada penuh kesedihan.
Eko menambahkan bahwa proses rujukan terhambat karena pihak perawat menyatakan masih harus menunggu persetujuan dari rumah sakit tujuan. Menurutnya, keterlambatan inilah yang membuat kondisi anaknya semakin kritis hingga akhirnya tak tertolong.
“Saya sudah ajukan rujukan sejak jam delapan malam. Jawaban perawat hanya, ‘Jika disetujui dan masih menunggu jawaban dari rumah sakit tujuan.’ Ini sangat lambat. Sementara anak saya semakin sesak,” ujarnya.
Eko juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Kasiman, anggota DPRD Komisi I Kabupaten Pasuruan dari Partai Gerindra, yang berusaha membantu proses rujukan melalui dr. Cristian di RSUD Bangil.
“Upaya anggota dewan sudah baik, mereka membantu agar anak saya segera diterima di RSUD Bangil. Tapi akhirnya anak saya tetap meninggal dunia,” tambahnya.
Sementara itu, pihak RSUD Bangil dikabarkan memberikan alasan bahwa ruang perawatan dalam kondisi penuh sehingga tidak dapat segera menerima pasien rujukan tersebut.
Menanggapi kejadian ini, Warsito, selaku Pimpinan Redaksi Berita Istana, mengecam keras dugaan tindakan RS Asih Abyakta yang dinilai mempersulit rujukan pasien dalam kondisi gawat darurat.
“Ini tidak bisa dibiarkan. Pasien dalam kondisi darurat tidak boleh dipersulit hanya karena alasan prosedur. Apalagi sampai menyebabkan kehilangan nyawa,” tegas Warsito.
Eko menegaskan bahwa putrinya adalah generasi muda yang sedang menempuh pendidikan di UT Pandaan sambil bekerja. Ia berharap kejadian seperti ini tidak terulang lagi.
“Anak kami adalah generasi muda, aset negara. Kenapa harus dipersulit? Kenapa tidak segera ditangani? Kenapa harus menunggu sampai anak saya meninggal?” ucapnya penuh emosi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RS Asih Abyakta maupun RSUD Bangil belum memberikan keterangan resmi terkait peristiwa tersebut. Berita Istana akan terus melakukan konfirmasi lanjutan.(iTO)