Diduga Langgar UU Cagar Budaya, Pembongkaran Ndalem Tumenggungan di Surakarta Disorot

Berita Istana
4 Min Read

Surakarta, 30 Juni 2025 — Ketua Umum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Pangeran Sambernyawa, siang ini melakukan investigasi lanjutan terkait pembongkaran Ndalem Tumenggungan, sebuah bangunan cagar budaya yang berada di kawasan Taman Putra Mangkunegaran, Surakarta.

Investigasi ini menyoroti proses konservasi yang dinilai menyalahi prosedur karena dilakukan tanpa izin resmi, serta tindakan pembongkaran total terhadap bangunan yang seharusnya dilestarikan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, setiap tindakan konservasi wajib dilakukan dengan prinsip menyeluruh yang mempertahankan keaslian fisik serta nilai sejarah, bukan malah merobohkan.

Ketua Umum LSM Pangeran Sambernyawa bahkan langsung menyambangi Dinas Kebudayaan Kota Surakarta untuk memastikan legalitas proses tersebut. Pihak Dinas Kebudayaan yang diwakili oleh pejabat bernama Komo, menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengeluarkan rekomendasi apa pun terkait pembangunan kembali Ndalem Tumenggungan.

> “Dinas Kebudayaan menyatakan mereka tidak mengeluarkan surat rekomendasi konservasi atau pembangunan kembali. Mereka bahkan menyarankan kami untuk menindaklanjuti ke Dinas PUPR,” terang Ketua Umum LSM.

LSM kemudian melanjutkan investigasi ke Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Surakarta. Dari keterangan staf bernama Dita, disebutkan bahwa proses pengajuan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) dan/atau PBB untuk lokasi ini telah disetujui dan tinggal menunggu pembayaran retribusi.

> “Ini jelas bentuk pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Cagar Budaya. Jika PUPR benar-benar menerbitkan PBG atas lokasi yang sudah nyata merupakan kawasan cagar budaya dan bahkan telah dirobohkan tanpa izin, maka PUPR turut mentolerir dan melegitimasi pelanggaran hukum,” tegasnya.

LSM Pangeran Sambernyawa juga mempertanyakan apakah Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah X pernah mengeluarkan rekomendasi untuk proses ini.

> “Jika BPK Wilayah X benar memberikan rekomendasi, kami ingin tahu dasarnya apa. Mengkonservasi bukan berarti menghancurkan total lalu membangun ulang. Itu menyimpang dari kaidah konservasi yang sesungguhnya, ini sudah pada tahap menghilangkan fakta sejarah,” ujar Ketua LSM.

LSM Pangeran Sambernyawa mengingatkan bahwa tindakan ini bukan hanya sekadar pelanggaran administrasi, melainkan berpotensi melanggar hukum pidana dan mengancam masa depan pelestarian budaya di Surakarta.

> “Jika benar PBG ini tetap diterbitkan, maka kami tidak segan untuk melaporkan pemilik bangunan, pihak konsultan, BPK Wilayah X, dan PUPR Kota Surakarta ke pihak berwajib. Ini adalah bentuk pelanggaran terstruktur terhadap hukum nasional,” tegasnya.

Risiko dan Konsekuensi

1. Risiko Hukum:
Berdasarkan Pasal 105 dan 106 UU No. 11 Tahun 2010, setiap pihak yang dengan sengaja merusak atau menghancurkan cagar budaya dapat dikenai pidana penjara dan denda.

2. Risiko Administratif:
Dinas teknis yang menerbitkan izin tanpa prosedur sah bisa dikenakan sanksi administratif hingga audit internal dari kementerian terkait.

3. Risiko Sosial dan Reputasi:
Kasus ini dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah serta menodai reputasi Surakarta sebagai Kota Budaya di mata nasional maupun internasional.

4. Preseden Negatif:
Pembiaran kasus ini dikhawatirkan akan membuka peluang bagi pemilik bangunan cagar budaya lainnya melakukan hal serupa, sehingga mempercepat degradasi warisan budaya.

LSM Pangeran Sambernyawa menyerukan agar semua proses dihentikan sementara untuk mengkaji ulang seluruh aspek hukum dan etika proyek ini. Mereka menegaskan, pelestarian budaya bukan hanya soal fisik bangunan, tetapi juga komitmen menjaga sejarah, identitas, dan penegakan hukum negara.(Tim:Red)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *