Kejari Minta, Sekda Demak Beri Rp6,8 Miliar: Wartawan Desak Penjelasan, Jawaban Tak Tuntas

Demak – Sekretaris Daerah (Sekda) Demak, Akhmat Sugiharto atau yang akrab disapa Aseng, akhirnya angkat bicara terkait pemberian hibah fantastis sebesar Rp6,847 miliar dari Pemerintah Kabupaten Demak kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Demak. Dalam konferensi pers di kantornya pada 17 Juni lalu, Aseng membenarkan bahwa dana hibah tersebut dialokasikan melalui APBD untuk pembangunan gedung Kejari Demak.

“Waktu itu APBD kita memungkinkan, dan sudah ada persetujuan dari Banggar DPRD Demak,” ujar Aseng saat ditemui sejumlah wartawan.

Namun alih-alih meredam polemik, pernyataan Sekda justru membuka babak baru dari serangkaian pertanyaan tajam dari awak media. Aseng tampak kelimpungan saat dicecar soal logika anggaran: benarkah perbaikan atap belakang gedung Kejari membutuhkan dana hingga Rp6,8 miliar?

Menjawab dengan ragu, Aseng berkilah bahwa anggaran tersebut tidak hanya untuk perbaikan atap, tetapi juga untuk pembangunan gedung secara keseluruhan. Namun, saat ditanya lebih jauh tentang kondisi gedung Kejari yang masih layak dan keterbatasan lahan yang ada, Aseng kembali terlihat bingung.

“Pak Sek, dengan lahan yang terbatas, apakah pembangunan akan menambah lantai? Kalau sekarang gedung sudah dua lantai, Rp6 miliar itu paling tidak cukup untuk nambah lima lantai, ya kan?” celetuk Eko, wartawan media Hukum dan Kriminal, yang disambut tawa tipis para jurnalis lain.

Aseng pun hanya menjawab singkat bahwa perencanaan teknis masih dalam pembahasan satker terkait. “OPD teknis sudah melakukan verifikasi dan menghitung,” ujarnya tanpa menyebut data rinci.

Lebih parah lagi, ketika ditanya tentang mekanisme hibah dari Pemda ke instansi vertikal berdasarkan regulasi yang berlaku, Aseng tidak memberikan jawaban konkret. Ia hanya menyebut bahwa permohonan hibah memang pernah diajukan oleh Kepala Kejaksaan sebelumnya dan juga oleh yang sekarang.

Kebijakan hibah yang menyedot perhatian publik ini mendapat kritik keras dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya datang dari AR Hariyadi, S.IP, pegiat sosial asal Demak yang kini menetap di Candisari, Semarang. Saat dimintai tanggapan oleh wartawan pada 18 Juni, Hariyadi menyebut bahwa hibah kepada instansi vertikal memang dimungkinkan oleh aturan, tetapi tetap harus memperhatikan urgensi dan prinsip-prinsip penggunaan anggaran.

“Ini menyangkut Perbup Nomor 22 Tahun 2021 tentang pedoman pemberian hibah dari APBD Demak. Hibah harus memenuhi asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat,” ujarnya sambil mengutip isi pasal 3 dan 4 regulasi tersebut.

Menurutnya, jika pemberian hibah ini dipaksakan tanpa urgensi dan landasan argumentatif yang kuat, maka bisa menimbulkan spekulasi publik yang liar.

“Jangan sampai publik menganggap hibah ini sebagai cara Pemda ‘membungkam’ Kejaksaan agar tidak terlalu agresif dalam mengusut dugaan pelanggaran penggunaan APBD. Apalagi jika nanti Kejaksaan terlihat ‘lunak’ dalam menangani aduan terhadap Pemda,” tegas Hariyadi, yang juga menjabat sebagai Ketua Lembaga Kajian Strategis dan Analisis Kebijakan Pembangunan Daerah.

Hingga saat ini, belum ada penjelasan rinci dari pihak Kejaksaan Negeri Demak terkait peruntukan dana hibah tersebut. Polemik pun terus bergulir, sementara publik menunggu transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah daerah dan lembaga hukum yang seharusnya menjadi teladan dalam penegakan aturan.

Jika polemik ini tak segera diluruskan, bukan tidak mungkin akan berdampak buruk terhadap citra Pemkab Demak dan Kejaksaan Negeri di mata masyarakat. Apalagi, isu ini menyangkut penggunaan uang rakyat dengan nominal yang tidak sedikit.

Reporter: Sutiyarso
Editor: Redaksi Mata Jateng

Array

Bagikan ini:

Redaksi

PT. BERITA ISTANA NEGARA

Berita terkini
Scroll to Top