Dana Revitalisasi Rp 690 Juta SDN 1 Kuripan Purwodadi Diduga Disalahgunakan, Kepala Sekolah Disebut Jual Material Bongkaran

Berita Istana
4 Min Read
Foto istimewa oleh Berita Istana

Grobogan – Seperti halaman sekolah yang mestinya jadi taman ilmu namun mendadak berubah jadi ladang kepentingan, SDN 1 Kuripan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Grobogan, kini diguncang bau tak sedap dugaan penyelewengan anggaran revitalisasi senilai Rp 690 juta. Bantuan yang seharusnya mempercantik ruang belajar anak-anak justru dikabarkan menguap ke kantong pribadi oknum kepala sekolah berinisial AG.

Material bongkaran sekolah berupa genteng, paving, hingga kayu yang semestinya menjadi aset negara, diduga dijual diam-diam. Hasil penjualannya disebut-sebut dipakai untuk membeli sepeda motor Honda Vario warna merah doff 160 cc, bak simbol kemenangan yang diparkir di atas keretakan moral.

Bukan hanya soal uang. Bisik-bisik di lingkungan sekolah memuncak, menuding AG memiliki hubungan di luar pernikahan. Dunia pendidikan yang seharusnya menjadi teladan justru tercoreng, padahal tanggal 25 November makin dekat, momentum Hari Guru yang semestinya jadi panggung kehormatan profesi.

Pekerjaan fisik baru berjalan sekitar satu bulan. Anggaran besar itu direncanakan untuk pembangunan satu ruang baru dan rehabilitasi empat ruang kelas. Namun mutu pekerjaan diduga jauh dari layak. Batu bata merah kualitas buruk, kusen dan pintu keropos dibiarkan tetap terpasang, galvalum atap diduga tidak standar SNI, bahkan campuran semen tampak ekonomis ala bangunan pinggir sawah. Mirisnya, proyek dikelola langsung oleh kepala sekolah bersama komite tanpa transparansi publik.

Di tengah suara tawa murid yang masih percaya sekolah adalah rumah masa depan, terselip pertanyaan getir: mau dibawa ke mana integritas pendidikan jika ruang kelas saja dibangun dari pondasi kecurangan?

Sementara itu, Siti Winarsih, aktivis pendidikan di Grobogan, ikut bersuara lantang. Ia mengingatkan bahwa dana revitalisasi bukanlah hadiah yang boleh diperlakukan seenaknya, melainkan amanah negara untuk menciptakan ruang belajar yang layak bagi generasi muda. Menurutnya, bantuan ini dikucurkan langsung dari pemerintah ke rekening sekolah, bukan untuk dipakai sesuka hati, tetapi dikelola secara swakelola oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan (P2SP) dengan melibatkan masyarakat sebagai pengawas moral dan teknis. Tujuannya sederhana tetapi mulia: menghadirkan lingkungan belajar yang nyaman, aman, dan manusiawi bagi anak-anak.

“Dana itu datang membawa tanggung jawab. Bukan untuk memperkaya pribadi,” ujar Siti dengan nada tegas namun terukur, seperti palu kecil yang mengetuk pintu kesadaran. Ia menambahkan bahwa setiap sekolah penerima wajib memegang 10 dokumen persyaratan, mulai dari SK Kepala Sekolah, SK P2SP, data kondisi bangunan, hingga rencana anggaran biaya. Semua itu dibuat agar tidak ada ruang gelap bagi permainan kotor.

Siti juga menegaskan bahwa guru tidak boleh dijadikan bemper atau tenaga serabutan dalam urusan anggaran. Peran mereka adalah mendidik, bukan ikut mengurus administrasi proyek yang seharusnya dikawal oleh P2SP. Proses belajar mengajar pun wajib tetap berjalan tanpa gangguan, karena anak-anak tidak boleh menjadi korban kekacauan manajemen.

Hingga berita ini ditayangkan, pihak sekolah dan pemangku kebijakan terkait masih terus diupayakan untuk dikonfirmasi demi keseimbangan informasi. Publik menunggu, seperti murid menunggu bel tanda pulang, berharap kebenaran segera muncul dan keadilan hadir nyata, bukan hanya menjadi poster di tembok kelas.(Tim:Red)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *