Sragen – Keluhan warga Desa Girimargo, Kecamatan Miri, Kabupaten Sragen, atas dugaan pencemaran lingkungan dari limbah cair pabrik tahu akhirnya dibahas dalam mediasi yang digelar di Balai Desa Girimargo pada Rabu (1/10/2025).
Mediasi dipimpin langsung Kepala Desa Girimargo, Samin, S.Pd., M.Pd., dengan dihadiri Camat Miri Ali Rahmanto, unsur Muspika, perangkat desa, tokoh masyarakat, serta perwakilan warga yang terdampak.
Dalam sambutannya, Kades Samin menegaskan bahwa forum mediasi ini bertujuan mencari solusi bersama agar persoalan tidak berlarut-larut. “Kami berharap ada jalan tengah, sehingga warga tidak lagi dirugikan dan usaha tetap bisa berjalan dengan baik,” ujarnya.
Camat Miri, Ali Rahmanto, juga menyampaikan apresiasi atas inisiatif mediasi tersebut. Ia menekankan agar hasil musyawarah bisa disepakati dan ditaati kedua belah pihak.
Sejumlah warga menyampaikan keluhan terkait dampak limbah tahu yang diduga mencemari aliran sungai. Sarmin, Kepala Dusun setempat, mempertanyakan standar instalasi pengolahan limbah yang digunakan. “Apakah spiteng yang dibuat sudah sesuai standar? Karena warga sudah lama merasakan dampaknya,” ucapnya.
Warga lain, Pardi, yang juga seorang peternak ayam, mengaku ternaknya terganggu akibat kualitas air sungai yang menurun. “Sudah dua tahun ini kondisi ayam tidak bagus, terutama dua minggu terakhir semakin parah. Kami minta ada tempat pembuangan limbah yang layak agar lingkungan tetap terjaga,” katanya.
Hal senada disampaikan Sugeng, warga yang menjadi pelapor sekaligus mewakili masyarakat terdampak. Ia menegaskan bahwa warga tidak menolak usaha, namun hanya meminta agar pembuangan limbah tidak dilakukan sembarangan. Dukungan juga datang dari Eko Wahyudi, Ketua RT, yang berharap permasalahan ini benar-benar selesai di forum tersebut.
Menanggapi keluhan warga, pihak pengusaha tahu yang diwakili Murni menyatakan kesediaannya untuk membangun Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). “Kami siap melengkapi fasilitas pengolahan limbah demi menjaga lingkungan. Kami juga minta maaf atas kesalahan yang sudah terjadi,” ujar Murni.
Namun ia juga menegaskan bahwa masalah limbah tidak hanya berasal dari usahanya, melainkan ada sekitar lima pabrik tahu lain yang beroperasi di wilayah atas aliran sungai tersebut.
Sebelumnya, pada 17 September 2025, warga dari RT 06, RT 14, dan RT 15 Desa Girimargo telah melayangkan surat pengaduan resmi ke Pemerintah Desa. Dalam surat itu, mereka menyoroti dugaan pencemaran sungai yang ditandai dengan perubahan warna air menjadi keruh kehitaman, bau menyengat saat pembuangan limbah, hingga ditemukannya ikan mati di sungai.
Kondisi ini tidak hanya merugikan kesehatan lingkungan, tetapi juga mengganggu mata pencaharian warga yang menggantungkan hidup dari hasil tangkapan ikan sungai.
Meski penuh dengan kritik dan tuntutan, suasana mediasi berlangsung kondusif. Kedua belah pihak saling menghormati dan menyepakati untuk mencari solusi bersama. Dari pihak PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) juga mendorong agar permasalahan ini bisa dituntaskan di tingkat desa tanpa harus berlanjut ke jalur hukum.
Dengan hasil kesepakatan ini, warga berharap pengusaha benar-benar merealisasikan pembangunan IPAL sehingga sungai tidak lagi tercemar, sementara pihak pengusaha dapat melanjutkan usahanya dengan lebih ramah lingkungan.(iTO)