Pejabat Kampar Tersandung Aturan? Proyek Taman Kota Bangkinang Disorot Melanggar UU Aset

Berita Istana
2 Min Read

Kampar, 16 September 2024 – Proyek pembangunan di kawasan Taman Kota Bangkinang, Kabupaten Kampar, tengah menjadi sorotan masyarakat dan media. Pasalnya, pekerjaan konstruksi yang sedang berlangsung diduga mengabaikan regulasi pengelolaan aset daerah dan berpotensi melanggar sejumlah aturan hukum.

Tim Investigasi Prabu Satu Nasional (PSN) menilai proyek tersebut telah merusak bangunan pemerintah yang berstatus aset daerah tanpa kajian analisis memadai serta tanpa prosedur hukum yang semestinya. Kondisi ini memunculkan kekhawatiran adanya penyalahgunaan kewenangan yang bisa menimbulkan kerugian negara.

PSN mengidentifikasi setidaknya tiga regulasi penting yang berpotensi dilanggar:

  1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, khususnya Pasal 36 yang mengatur pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/D). Proyek yang merusak atau menghapus aset daerah tanpa prosedur sah dinilai bertentangan dengan prinsip pengelolaan BMN/D yang efektif dan efisien.
  2. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan BMN/D, terutama Pasal 25 mengenai penggunaan barang milik negara/daerah serta mekanisme penghapusan aset. Apabila penghancuran dilakukan tanpa prosedur resmi, hal itu termasuk pelanggaran serius terhadap tata kelola aset negara.
  3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 dan 3, yang mengatur tentang penyalahgunaan wewenang hingga menimbulkan kerugian negara. PSN menilai kelalaian dalam kajian dan pengelolaan aset dapat membuka pintu jeratan hukum tipikor.

Selain itu, Peraturan Daerah (Perda) Kampar tentang pengelolaan aset daerah juga berpotensi diabaikan. Jika terbukti, hal ini tidak hanya menyalahi administrasi, tetapi juga dapat mengarah pada konsekuensi hukum yang lebih berat.

Atas dugaan pelanggaran ini, pihak-pihak yang berwenang seperti Pengguna Barang (kepala dinas atau pejabat berwenang), Kuasa Pengguna Barang, hingga pihak kontraktor dan konsultan proyek disebut bisa dimintai pertanggungjawaban. Bentuk sanksi yang mungkin dijatuhkan berkisar dari teguran administratif, penundaan dana, pembatalan proyek, hingga sanksi pidana apabila ditemukan unsur korupsi.

Masyarakat Kabupaten Kampar pun mendesak adanya transparansi dan akuntabilitas dari pemerintah daerah. Mereka berharap setiap pembangunan berjalan sesuai koridor hukum, tidak mengorbankan aset publik, serta tidak merugikan keuangan negara.(Gea)

Share This Article
Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *