BOYOLALI, – Jagat maya Solo Raya dihebohkan oleh unggahan foto sebuah bangunan kecil yang tampak menyerupai WC umum di area persawahan Desa Gagaksipat, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali.
Bangunan yang viral tersebut ternyata merupakan fasilitas vital bagi sistem irigasi pertanian, yang dibangun oleh Dinas Pertanian (Dispertan) Kabupaten Boyolali. Meski berwujud sederhana, anggaran proyek ini tercatat mencapai Rp112 juta sehingga memicu spekulasi dan komentar tajam warganet.
Unggahan yang pertama kali ramai di Facebook dan X (Twitter) itu menyoroti papan proyek yang mencantumkan nilai anggaran. “Viral bangunan seiprit (kecil sekali) biaya selangit, telan Rp112 juta,” tulis salah satu unggahan yang kemudian dibagikan berkali-kali.
Foto-foto yang beredar memperlihatkan bangunan kecil berdinding semen di tengah sawah dengan papan proyek di depannya. Tampilan luar yang sederhana membuat publik mempertanyakan transparansi anggaran proyek tersebut.
Namun, Dispertan Boyolali memberikan penjelasan berbeda. Sekretaris Dispertan Boyolali, Retno Nawangtari, menegaskan bahwa biaya Rp112 juta tidak hanya untuk bangunan fisik, tetapi juga mencakup serangkaian pekerjaan teknis untuk mendukung keberlangsungan sistem irigasi.
“Anggaran Rp112 juta tersebut mencakup keseluruhan pekerjaan, mulai dari pengeboran sumur dalam dengan kedalaman lebih dari 60 meter, pemasangan cassing, pembelian pompa sibel, hingga kebutuhan sistem irigasi lainnya,” jelas Retno saat dikonfirmasi awak media, Kamis (18/9/2025).
Retno menambahkan, anggaran juga dipakai untuk instalasi panel listrik sebagai pusat pengatur daya pompa sumur dalam. Perangkat ini sangat penting untuk memastikan keamanan dan efisiensi distribusi listrik dalam menjalankan pompa.
Menurutnya, publik hanya melihat tampilan luar bangunan yang kecil, tanpa mengetahui isi di dalamnya yang berfungsi sebagai rumah pompa dan panel listrik. “Di dalam bangunan itu ada perangkat vital yang menggerakkan sistem irigasi. Jadi tidak bisa disamakan dengan bangunan kosong,” tegasnya.
Ia juga menjelaskan alasan teknis pemilihan sumur dalam sebagai sumber air irigasi. Pengeboran lebih dari 60 meter dilakukan agar tidak mengganggu ketersediaan air bagi sumur penduduk sekitar.
“Jika menggunakan sumur dangkal, pasokan air warga bisa terganggu. Selain itu, pompa sumur dalam dengan sistem distribusi memerlukan biaya tambahan agar air bisa mengalir lancar ke lahan pertanian,” imbuh Retno.
Dispertan Boyolali menekankan bahwa program irigasi perpompaan ini merupakan bagian dari strategi ketahanan pangan daerah. Dengan adanya rumah pompa dan sumur dalam, petani di Desa Gagaksipat dapat mengairi sawah meski musim kemarau dan meningkatkan produktivitas.
“Dengan sistem irigasi ini, petani bisa melakukan panen dua kali setahun, bukan hanya sekali. Ini jelas sangat mendukung ketahanan pangan di Boyolali,” pungkasnya.
Dispertan berharap masyarakat bisa lebih memahami pentingnya proyek ini, meskipun dari luar hanya terlihat seperti bangunan kecil dengan nilai anggaran yang dianggap besar.
Dikutip dari: iNewsSragen.id